JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Indonesia memiliki potensi dan keanekaragaman sumber daya ikan Hiu dan Pari yang tinggi. Setidaknya terdapat 218 jenis ikan Hiu dan Pari ditemukan di perairan Indonesia. Jenis tersebut terdiri dari 114 jenis Hiu, 101 jenis Pari dan 3 jenis ikan Hiu hantu yang termasuk ke dalam 44 suku.
Tercatat, 13 Persen dari total produksi Hiu dan Pari dunia berasal dari Indonesia dengan nilai ekspor yang cukup signifikan yaitu mencapai Rp1,4 triliun berdasarkan hasil kajian tahun 2018.
“Ini menunjukkan bahwa ada kepentingan dan ketergantungan ekonomi dari masyarakat terhadap Hiu dan Pari di Indonesia,” jelas Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pamuji Lestari, dikutip Senin (18/10/2021).
Hiu dan Pari memang termasuk komoditas perikanan yang bernilai ekonomi tinggi dan tengah menjadi perhatian global. Untuk mencegah kepunahan dan memastikan perdagangan Hiu dan Pari telah sesuai aturan, KKP secara intens belum lama ini memberikan edukasi melalui Pelatihan Identifikasi Pari Kekeh dan Pari Kikir serta Identifikasi Karkas Hiu dan Pari kepada pengelola Hiu dan Pari.
Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pembekalan kepada pegawai KKP agar memiliki kemampuan yang handal dalam melakukan identifikasi produk Hiu dan Pari sebelum dilalulintaskan sehingga produk Hiu dan Pari yang diperdagangkan telah sesuai dengan dokumen dan persyaratannya.
“Pengetahuan identifikasi penting untuk memastikan Hiu dan Pari yang diperdagangkan bukan jenis yang dilindungi dan sudah sesuai dengan mekanisme perdagangan yang diatur dalam the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES),” jelasnya dikutip dari asiatoday.id.
Sebagai bentuk pengendalian pemanfaatan ikan ini, KKP telah menerbitkan sejumlah aturan, diantaranya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 61 Tahun 2019 jo Permen KP Nomor 44 Tahun 2019 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan Yang Dilindungi dan/atau yang Masuk Dalam Appendiks CITES dan Permen KP Nomor 10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kelautan dan Perikanan.
Selain itu, sejak tahun 2018 KKP bekerjasama dengan Centre for Environment, Fisheries, and Aquaculture Science (CEFAS) Inggris telah melakukan program peningkatan kapasitas untuk mengurangi perdagangan ilegal ikan Hiu dan Pari di Indonesia.
“Upaya ini merupakan bentuk keseriusan dan menunjukkan kesiapan KKP selaku otoritas pengelola CITES untuk ikan bersirip, termasuk pengelolaan ikan hiu dan pari,” tegas Tari.
Sementara itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL), Andi Rusandi menjelaskan pada Conference of the Parties ke-18 (CoP 18) CITES di Jenewa, Swiss beberapa jenis Hiu dan Pari, seperti Hiu mako, Pari kekeh, dan Pari kikir telah dimasukkan kedalam daftar Appendiks II CITES.
“Berdasarkan ketentuan CITES, pengelolaan sumber daya ikan yang diperdagangkan harus mengedepankan aspek keberlanjutan (sustainability), sesuai aturan (legality) dan ketertelusuran (traceability),” jelas Andi.
Pemanfaatan jenis ikan Appendiks CITES harus mempunyai Surat Izin Pemanfaatan Jenis Ikan (SIPJI) perdagangan baik dalam negeri ataupun luar negeri, setelah mempunyai SIPJI untuk pengambilannya harus mempunyai kuota pengambilan dan untuk ekspornya harus mempunyai kuota ekspor.
“Pemerintah Indonesia sangat serius mengelola Hiu dan Pari secara berkelanjutan. Selain melindungi beberapa jenis Hiu dan Pari yang terancam punah, KKP melakukan pengaturan pemanfaatannya melalui kuota,” tandasnya.
Pelatihan yang digelar secara daring dan didukung oleh CEFAS serta Rekam Nusantara Foundation turut melibatkan verifikator dari pegawai pusat, staf Balai/Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, Pengawas Perikanan, petugas karantina ikan serta Penyuluh Perikanan yang banyak terlibat dalam perikanan Hiu dan Pari.
Senior Marine Ecologist CEFAS, Joanna Murray menekankan pelatihan itu sangat penting untuk keberlanjutan Hiu dan Pari, karena tidak mudah mengidentifikasi Pari kikir, Pari kekeh, dan karkas Hiu dan Pari.
Sementara, Direktur Rekam Nusantara Foundation Een Irawan Putra mengatakan melalui program Illegal Wildlife Trade (IWT) yang bekerjasama dengan CEFAS, berkomitmen untuk membantu pemerintah Indonesia melalui KKP, untuk melakukan implementasi CITES dan monitoring perdagangan, khususnya untuk ikan hiu dan pari.
Fokus kerja sama dengan CEFAS antara lain meningkatkan kapasitas (capacity building), para verifikator khususnya, dalam proses identifikasi pari kekeh dan pari kikir, serta identifikasi produk karkas Hiu dan Pari.
“Melalui pelatihan ini kami berharap dapat membantu meningkatkan upaya pemerintah Indonesia dalam implementasi CITES dan memperkuat upaya konservasi Hiu dan Pari sehingga pemanfaatannya di Indonesia dapat berkelanjutan,” ujar Een. (ATN)