JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Industri batik Indonesia kini menghadapi tantangan serius. Selain keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam negeri, pasar batik Indonesia ditingkat global juga terancam direbut oleh China, Vietnam dan Malaysia.
Melansir dari asiatoday.id, ketiga negara itu bahkan secara serius menjadikan batik sebagai komoditas ekspor. Mereka terus mengembangkan mesin batik printing yang semakin canggih, termasuk meniru desain dan corak batik Indonesia, dengan tujuan merebut pasar-pasar yang selama ini diisi oleh batik Indonesia di tingkat global.
Bahkan tidak jarang, produk batik dari tiga negara itu telah merambah masuk pasar di Indonesia.
Selain tantangan produk impor, industri batik juga mengalami kekurangan SDM terampil yang memiliki kemampuan desain, karena kebanyakan pembatik telah berusia lanjut. Padahal, SDM yang mampu mengembangkan kemampuan desain sangat penting bagi industri batik.
“Perlu ada upaya serius untuk mempercepat proses regenerasi seni batik tulis. Misalnya dengan menumbuhkan minat dan keterampilan generasi mudauntuk terjun ke industri batik,” jelas Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada acara Puncak Peringatan Hari Batik Nasional 2021 di Yogyakarta, Rabu (6/10) lalu.
Menurut Agus, Batik Indonesia merupakan warisan budaya tak benda atau Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity yang telah diakui UNESCO pada 2021.
Selama ini, industri batik merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi signfikan bagi perekonomian nasional, termasuk yang banyak membuka lapangan kerja. Sektor inididominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) ini telah menyerap tenaga kerja sebanyak 200 ribu orang dari 47 ribu unit usaha yang tersebar di 101 sentra wilayah Indonesia.
Menurut Menperin, industri batik mendapat prioritas pengembangan karena dinilai mempunyai daya ungkit besar dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
“Industri batik kita mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan produknya telah diminati pasar global,” ungkapnya.
Kementerian Perindustrian mencatat, capaian ekspor batik pada tahun 2020 mencapai USD532,7 juta, dan selama periode triwulan I tahun 2021 mampu menembusUSD157,8 juta.
“Kami meyakini, bahwa kelestarian batik sebagai budaya, bahkan sebagai identitas bangsa Indonesia, berhubungan sangat erat dengan kehadiran industri batik itu sendiri. Industri batik dalam negeri semakin berdaya saing dan mampu menghasilkan batik-batik yang diminati pasar, dengan harga yang terjangkau di setiap tingkatan pangsa pasar, serta dengan profit yang baik untuk pelaku usahanya,” papar Menperin. (ATN)