Pemerintah Siapkan Bantuan Sosial Untuk Yatim Piatu Akibat COVID-19

Seorang gadis berduka usai pemakaman ayahnya yang berusia 56 tahun yang meninggal karena COVID-19, di area pemakaman yang disediakan pemerintah untuk korban Covid-19, di Jakarta, 28 Juni 2021.(Foto: REUTERS/ Willy Kurniawan)

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Alviano Dava Raharjo atau Vino, bocah berumur 10 tahun, menjadi sebatang kara ketika ayah ibunya meninggal dunia akibat terjangkit Covid-19 di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Vino sendiri sempat terpapar Covid-19, tetapi telah selesai menjalani isolasi mandiri. Kini Vino tinggal dengan kakeknya di Sragen,Jawa Tengah.

Vino merupakan satu dari puluhan ribu anak yang kehilangan orang tua karena Covid-19. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat hampir 8.400-an anak usia 0 hingga 17 tahun menjadi yatim piatu karena Covid-19 merenggut nyawa orang tua mereka. Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPA, Nahar, mengatakan jumlah tersebut tersebar di 20 provinsi.

“Data kami per hari ini ada 8.396 anak terdampak Covid-19. Anak yatim 4.547, piatu 3.014 dan yatim piatu 471, sisanya masih kami verifikasi data di lapangan terkait sumber dan pengasuhan,” ungkap Nahar saat menjadi narasumber Diskusi Publik secara daring bertajuk Pemenuhan Hak Anak Terdampak Covid-19, Rabu (25/8) dikutip dari voaindonesia.com.

Jumlah tersebut, katanya, berada di di Jawa Timur sekitar 4.500-an, Jawa Tengah 3.000-an, Yogyakarta 400-an dan provinsi lainnya di bawah 100. Lebih lanjut Nahar mengungkapkan jumlah tersebut masih fluktuatif, sesuai kondisi daerah dan masih verifikasi data di lapangan.

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak. Poin tambahan dalam peraturan tersebut, jelas Nahar, adalah anak korban bencana sosial dan bencana non-alam. Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI, Jasra Putra, mengatakan ada 3.000-an aduan masyarakat terkait nasib anak selama pandemi tahun 2021 ini.

“Data laporan aduan yang kami terima ada 3.600an sejak Januari hingga Juni 2021 kemarin. Paling banyak tentang kondisi anak di keluarga: hak asuh, anak ditelantarkan, hak nafkah, anak korban perceraian, dsb. Saya kira ini adalah hulu tapi ini akan berdampak pada situasi buruk yang dialami anak,” jelas Jasra.

Dukungan dan pendampingan, imbuh Jasra, diperlukan anak-anak saat menjalani masa pandemi. Direktur Rehabilitasi Anak Kementerian Sosial, Kanya Eka Santi, menuturkan berbagai bantuan sosial telah disiapkan untuk anak-anak terdampak Covid-19, antara lain Program Keluarga Harapan PKH, BPNT, ATENSI, hingga Prokus.

“Kalau sekarang banyak anak menjadi yatim piatu akibat orang tuanya meninggal terpapar Covid-19, bagaimana membuat anak itu terbebas dari guncangan atau kerentanan sosial ini?,” katanya.

Sejauh ini, menurut Kanya, program bantuan sosial masih bisa menyasar pada anak-anak yang sudah terdata sebelumnya, di antaranya di PKH, BPNT, dan ATENSI.

“Mungkin ada juga anak-anak yatim piatu itu orang tuanya menerima bansos PKH, maka nanti ada perubahan data kependudukan wali pengasuh dari anak itu, dengan memastikan kepadanan posisi anak dengan siapa yang mengasuh. Ketika anak yatim piatu dipindahkan pengasuhannya, maka hak identitas anak itu sangat mendasar,” imbuhnya.

Kementerian Sosial mencatat terdapat 84,4 juta anak di Tanah Air atau sekitar 31, 23 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada 2020. Dari jumlah itu hampir empat juta anak diasuh keluarga tidak mampu, 45.000 orang diasuh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak atau semacam panti asuhan; dan 20.000 anak menjadi yatim piatu karena orang tuanya meninggal akibat COVID-19. Anggaran khusus anak ini mencapai Rp3,2 miliar.

Untuk memudahkan distribusi bantuan sosial tersebut diperlukan pembaruan data wali pengasuhan anak, terutama di Kartu Keluarga. Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Dr. Devie Rahmawati, mengatakan berbagai alternatif pendampingan pada anak-anak terdampak Covid-19 sangat diperlukan.

“Kalau bicara soal anak, yang pertama harus diingat adalah mereka sebaiknya ada di pelukan keluarga utama. Kalau orangtuanya sudah meninggal, bisa ke kakek, nenek, om, tante, atau kerabat dekat lainnya,” kata dia.

Pengasuhan ke panti asuhan, lanjut Devie, menjadi langkah terakhir. Selain itu, komunikasi di masyarakat harus terus dijalankan meski saat ini pembatasan sosial (social distancing) masih diterapkan.

“Kepekaan melihat kondisi kanan kiri rumah, tetangga, apakah ada anak-anak terdampak pandemi, sebatang kara, tentu saja kita bantu anak-anak tersebut untuk didekatkan atau dikembalikan pada keluarganya,” tutur Devie. [ys/em/ah/VOA]