Wapres: 605 Tokoh Islam Meninggal Sepanjang Pandemi

Seorang santri Pesantren Lirboyo sedang disuntik vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca, di Kediri, Jawa Timur, 23 Maret 2021. (Foto: Prasetia Fauzani/Antara Foto via Reuters)

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, banyak santri yang terpapar Covid-19. Meski ia tidak menyebutkan jumlah pasti santri yang positif virus corona namunberdasarkan data Kementerian Agama terdapat 606 kyai, ulama, dan pengasuh pesantren yang meninggal akibat Covid-19 per 7 Juli 2021. Ia menilai meninggalnya tokoh Islam tersebut merupakan kerugian besar bagi masyarakat.

“Meninggalnya para kyai dan ulama adalah musibah yang tidak tergantikan. Dan sebuah bocoran yang tidak bisa ditambal, wafatnya para kyai dan ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku itu lebih ringan daripada meninggalnya ulama,” ujar Ma’ruf Amin mengutip sebuah Hadits, pada Senin (2/8/2021).

Ma’ruf mengapresiasi lembaga pemerintah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang membuat program “Kita Jaga Kiai” pada masa pandemi corona ini. Menurutnya, dana sosial syariah yang dikelola BAZNAS juga telah berkontribusi dalam penanggulangan COVID-19. Program “Kita Jaga Kiai” merupakan program yang bertujuan untuk menjaga kesehatan ulama dan para santri di pondok pesantren. Adapun kegiatannya berupa vaksinasi dan pemberian peralatan kebersihan.

Ia juga mengapresiasi ormas keagamaan lain yang mendampingi masyarakat dan memberi imbauan penyelenggaraan ibadah untuk mencegah penularan corona, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Persatuan Islam.

“Saya juga mengapresiasi MUI yang telah menerbitkan fatwa tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi pandemi COVID-19 dan mengajak umat Islam untuk menjaga kesehatan,” imbuhnya dikutip dari voaindonesia.com.

Ma’ruf menjelaskan pemerintah mengambil kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) karena mengutamakan keselamatan masyarakat. Ia berharap PPKM dapat menekan penyebaran corona dan kegiatan masyarakat dapat kembali normal. Pekan lalu, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Cholil Nafis juga memperkirakan jumlah tokoh agama yang meninggal lebih banyak dari data pemerintah. Ia beralasan tidak semua orang mau terus terang jika terinfeksi virus corona.

“Ada yang percaya COVID-19, tetapi mereka ingin dikuburkan secara normal dimandikan dan dikafani sehingga mereka tidak mau disebut sebagai COVID-19. Banyak yang seperti itu, baik dai atau orang awam,” tutur Cholil.

Cholil menuturkan kondisi tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat tentang pemakaman jenazah dengan protokol Kesehatan yang dinilai tidak sesuai dengan keyakinan mereka.

Di lain kesempatan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan puncak penambahan kasus positif harian telah terlewati di Pulau Jawa dan Bali pada masa PPKM. Data Kemenkes, puncak kasus terjadi pada 15 Juli 2021 dengan 43.925 kasus menurun menjadi 17.149 kasus pada 1 Agustus 2021.

Penurunan kasus virus corona di Jawa dan Bali diikuti kenaikan kasus positif di luar kedua pulau tersebut. Namun, ia optimistis kasus di luar Jawa dan Bali dapat turun dengan cepat karena pemerintah hanya perlu meniru kebijakan seperti di Jawa dan Bali.

“Memang kami harus akui, penurunan di Jawa ini dibarengi dengan kenaikan kasus positif di luar Jawa,” ujar Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers daring, Senin (2/8/2021).

Budi menambahkan pemerintah telah meningkatkan deteksi terhadap orang yang terinfeksi virus corona untuk mencegah kematian. Sebab peningkatan kasus kematian selama ini terjadi karena pasien sudah dalam kondisi kritis saat datang ke rumah sakit. Atau telat dideteksi terinfeksi virus corona.

Pemerintah juga menyiapkan sejumlah langkah untuk pencegahan kematian. Antara lain mulai dari pemantauan pasien isolasi mandiri, optimalisasi layanan konsultasi dokter jarak jauh, dan pembangunan fasilitas isolasi. [sm/ab/VOA]

Covid-19IndonesiaSultraWapres: 605 Tokoh Islam Meninggal Sepanjang Pandemi