JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Ketahanan keluarga di Indonesia kini dalam kondisi darurat. Pasalnya, 50 kasus perceraian terjadi dalam setiap jam di negeri itu.
“Ada 70 juta keluarga dimana 20 persennya Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), 43 persen belum sejahtera, 9 persen miskin, 10 persen lansia dan tingkat cerai tinggi sekitar 1.200 per hari atau 50 perceraian per jam,” kata Euis Sunarti, Guru Besar dan Pakar Ketahanan Keluarga IPB University melalui keterangan tertulisnya, dikutip dari asiatoday.id, Senin (5/7/2021).
Keluarga di Indonesia tumbuh dalam keragaman agama, suku bangsa, adat dan budaya, status sosial, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), status kesehatan (stunting), ragam zona ekologi (pesisir pantai, pegunungan, kehutanan, pertambangan) dan sebagainya.
“Hal ini jika tidak dikelola dengan baik akan menjadi tantangan bagi pola nafkah. Terlebih lagi kondisi wilayah Indonesia yang rawan bencana serta adanya kemajuan teknologi informasi. Ini semua akan mendatangkan ancaman, peluang dan tantangan,” imbuhnya.
Menurut Euis, Revolusi Industri 4.0 tentu bermanfaat tetapi pada sisi lain berdampak negatif terhadap kehidupan sosial, khususnya keluarga sebagai unit sosial terkecil.
Ketidaksiapan keluarga dalam menghadapi Volatile, Uncertainty, Complexity, Ambiguity (VUCA) akan melahirkan keluarga yang pecah (saturated family). Keluarga juga menghadapi perluasan kerentanan dan potensi krisis serta gangguan kualitas hidup.
Lebih jauh dia menerangkan, keluarga menghadapi residu ancaman dan risiko dari teknologi informasi di media sosial. Dimana terdapat konten pornografi dan penyimpangan sosial dan seksual. Adiksi terhadap gim dan pornografi yang bisa diakses bukan hanya oleh orang dewasa tapi juga anak-anak sehingga memungkinkan mereka terjerat perilaku menyimpang.
“Selain itu keluarga pun bisa terjerat perangkap teknologi digital dan sosial media yang telah mengkonsumsi waktu dan energi serta keseimbangan hidup mereka,” ujarnya.
“Kebutuhan menjawab tantangan, membutuhkan adanya percepatan dalam edukasi, pemberdayaan, layanan, instrument evaluasi, online dan digital. Sehingga arah pembangunan harus memberikan daya dukung bagi keluarga agar dapat melaksanakan peran dan fungsinya yang beragam,” imbuhnya.
Lahirnya Koalisi Nasional Pembangunan Keluarga (KPNK) bermaksud untuk membentuk jejaring dan bermitra dengan seluruh lapisan masyarakat untuk membantu pemerintah melakukan percepatan pembangunan Indonesia.
“KNPK juga membantu menemukan terobosan program yang memiliki daya ungkit untuk meminimalisir degradasi agar keluarga Indonesia menjadi pondasi peradaban bangsa dan benteng ketahanan nasional,” tandasnya. (ATN)