JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Asal usul pandemi Covid-19 hingga kini masih menjadi kontroversi. Namun, sebuah kejanggalan terungkap ke permukaan. Pasalnya, seorang ilmuwan militer China mengajukan paten untuk vaksin Covid-19 jauh sebelum pandemi diumumkan secara resmi.
Melansir dari asiatoday.id, kejanggalan itu semakin menjadi sorotan karena dia meninggal secara misterius beberapa minggu kemudian. Yusen Zhou, yang bekerja untuk Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), mengajukan dokumen atas nama partai politik China pada 24 Februari tahun lalu.
Sementara kasus pertama Covid-19 dilaporkan di Wuhan pada Desember 2019—tetapi Organisasi Kesehatan Dunia tidak menyatakan pandemi hingga 11 Maret 2020. Itu berarti paten vaksin diajukan tidak lama setelah China pertama kali mengakui ada penularan Covid-19 dari manusia ke manusia—dan dua minggu sebelum pandemi diumumkan secara resmi.
“Ini adalah sesuatu yang belum pernah kita lihat sebelumnya, menimbulkan pertanyaan apakah pekerjaan ini mungkin telah dimulai jauh lebih awal,” kata Profesor Nikolai Petrovsky, dari Universitas Flinders, sebagaimana dilaporkan surat kabar The Australian.
Menurut laporan surat kabar itu, Zhou “bekerja erat” dengan para ilmuwan di Institut Virologi Wuhan, termasuk Shi Zhengli—sosok yang dijuluki “batwoman (perempuan kelelawar” karena pekerjaannya untuk virus corona pada kelelawar.
Menurut laporan The New York Post, kematian Zhou pada Mei tahun lalu hanya dilaporkan dalam satu laporan media China, meskipun faktanya dia adalah salah satu ilmuwan terkemuka di negara itu.
Sebelum bekerja untuk PLA, Zhou memiliki ikatan kuat dengan Amerika Serikat dan melakukan penelitian pascadoktoral di Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburgh. Hubungan kerja yang erat antara kedua negara mendukung data intelijen AS yang tidak diklasifikasikan yang dirilis pada Januari. Data itu, seperti dikutip The Australian, mengatakan laboratorium Wuhan sedang melakukan aktivitas militer rahasia.
“Meskipun WIV (Institut Virologi Wuhan) menampilkan dirinya sebagai lembaga sipil, Amerika Serikat telah menetapkan bahwa WIV telah berkolaborasi dalam publikasi dan proyek rahasia dengan militer China,” bunyi laporan intelijen tersebut yang dilansir The New York Post.
Mata-mata AS akan menyelidiki apakah virus itu melompat dari inang hewan ke manusia atau apakah virus itu secara tidak sengaja dilepaskan dari laboratorium di Wuhan. Teori bahwa pandemi disebabkan oleh kebocoran laboratorium telah menjadi topik arus utama dalam beberapa pekan terakhir meskipun dikecam sebagai teori konspirasi selama satu setengah tahun terakhir. Itu terjadi setelah sebuah studi mengejutkan yang mengklaim para ilmuwan China menciptakan Covid-19 di laboratorium Wuhan sebelum mengatur penyamaran yang rumit.
Laporan yang ditulis oleh profesor Inggris, Angus Dalgleish, dan ilmuwan Norwegia, Dr Birger Srensen, menuduh bahwa China merekayasa balik versi penyakit tersebut untuk membuatnya tampak seperti bersumber secara alami dari kelelawar. Penulis makalah vaksin setebal 22 halaman itu mengatakan SARS-Coronavirus-2—nama teknis untuk virus tersebut—tidak memiliki nenek moyang alami yang kredibel.
“Tidak diragukan lagi,” kata mereka. “Bahwa penyakit itu dihasilkan melalui manipulasi laboratorium,” lanjut mereka.
Dan dalam putaran eksplosif, para ilmuwan menyalahkan peneliti laboratorium China yang sama di Wuhan karena berusaha menutupi jejak mereka.
“Ada penghancuran yang disengaja, penyembunyian atau kontaminasi data di laboratorium China dan ilmuwan China yang ingin berbagi pengetahuan mereka belum dapat melakukannya atau telah menghilang,” bunyi laporan para ilmuwan tersebut.
Laporan tentang kejanggalan ini dijadwalkan akan diterbitkan dalam jurnal ilmiah Quarterly Review of Biophysics Discovery, dan pertama kali dilaporkan oleh media Inggris, Daily Mail.
Para pakar selama ini mengakui tidak adanya bukti ilmiah yang penting membuat tidak mungkin untuk mengetahui secara pasti bagaimana virus corona berasal dan kemudian menyebar ke seluruh dunia. (ATN)