Menkes: Puncak Kenaikan Kasus Covid-19 Diperkirakan Akhir Juni

 

Seorang pria menjalani pemeriksaan kesehatan sebelum dia diinokulasi dengan Sinovac China selama program vaksinasi massal di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta, 1 April 2021. (Foto: REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memperingatkan seluruh masyarakat untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan. Pasalnya tren kenaikan kasus COVID-19 setelah libur lebaran 2021 sudah mulai terjadi dan diprediksi akan mencapai puncaknya pada akhir Juni nanti.

“Berdasarkan pengalaman empiris kita di setiap libur panjang sebelumnya yaitu libur panjang Natal dan Tahun Barau (Nataru), Idul Fitri, dan libur panjang lainnya tahun lalu, biasanya kenaikan itu akan sampai puncaknya sekitar 5-7 minggu. Jadi kemungkinan akan adanya kenaikan kasus diperkirakan sampai puncaknya di akhir bulan ini (Juni),” ujar Budi usai Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (31/5).

Budi menjelaskan, per 30 Mei kasus aktif COVID-19 di Tanah Air sudah mencapai angka 100 ribu. Angka tersebut, ujar Budi, naik dari sebelumnya yang sempat mencapai titik terendah kasus aktif di bawah 90 ribu kasus. Menurutnya, meskipun naik angka ini masih jauh dari data awal tahun yang pernah menyentuh level 170 ribu kasus aktif COVID-19.

Dalam Rapat Terbatas ini, Budi juga melaporkan kepada Presiden Joko Widodo mengenai tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) di ruang isolasi dan ICU khusus untuk pasien corona. Dari 72 ribu tempat tidur yang tersedia, sampai saat ini sudah terisi sebanyak 25 ribu dari sebelumnya 20 ribu tempat tidur.

“Atau naik sekitar 20-25 persen. Memang kenaikannya agak tinggi tetapi kita masih memiliki kapasitas sampai dengan 72 ribu. Jadi masih ada cukup kapasitas yang kita miliki,” tuturnya, dikutip drai voaindonesia.com. 

Adapun beberapa kabupaten/kota yang paling tinggi BOR-nya pada saat ini adalah Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Riau, Jambi, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Sulawesi. Dari beberapa daerah ini, wilayah Kudus, Jawa Tengah, mengalami kenaikan kasus COVID-19 yang cukup signifikan. Untuk mengatasinya, pasien-pasien dari Kudus tersebut sudah disalurkan ke rumah sakit terdekat di luar Kudus, dan rumah sakit di ibu kota provinsi Semarang. Ditambahkannya, pihak kepolisian pun sudah menerapkan micro lockdown di Kudus agar tidak menyebar ke daerah-daerah lain di Jawa Tengah.

“Kami juga sudah meminta sampel-nya untuk dilakukan whole genome sequencing (WGS), untuk mengetahui apakah lonjakannya yang ada di Kudus ini disebabkan oleh adanya mutasi baru,” jelasnya.

“Pesan kami untuk daerah yang lonjakannya cukup tinggi termasuk yang ada di Kudus, tolong tetap disiplin terutama memakai, mencuci tangan dan menjaga jarak. Sekarang tren-nya lagi naik tapi kalau kita disiplin In syaa Allah harusnya semuanya bisa kita atasi dengan baik. Seluruh rumah sakit sudah kita siapkan, obat-obatan juga sudah kita persiapkan,” tambahnya.

Mantan Wakil Menteri BUMN ini juga melaporkan bahwa per 31 Mei, program vaksinasi massal COVID-19 sudah menembus angka kurang lebih 27 juta dosis. Ia juga mengatakan pemerintah sudah kembali bisa menyuntikan 500 ribu suntikan per harinya, setelah sempat menurun dikarenakan stok vaksin yang terbatas.

“Alhamduliah bulan ini, kita memiliki stok yang ada di tangan sekitar 20 juta. Jadi kalau dibagi 30 hari, mampulah kita menyuntik sebanyak 500 ribu-650 ribu suntikan per hari,” jelasnya.

Tidak lupa, ia pun menginstruksikan kepada para kepala daerah untuk memprioritaskan vaksinasi kepada kelompok masyarakat lanjut usia (lansia) untuk bisa menekan angka kesakitan yang parah dan angka kematian akibat virus corona.

“Sekali lagi saya minta tolong kepada para bupati, wali kota, gubernur, prioritaskan vaksinasi untuk lansia. Karena kalau vaksinasi lansianya tinggi seperti di Jakarta, Bali dan Yogya, Insyaa Allah lansia yang terkena hanya akan OTG (orang tanpa gejala) atapun paling berat dirawat di rumah sakit sebentar kemudian bisa keluar kembali. Kalau kita telat memvaksinasi lansia, akan berat rumah sakit kita, akan banyak yang wafat dan seluruh tenaga kesehatan akan sangat terbebani,” paparnya.

Dalam kesempatan yang lain Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan Indonesia, Senin (31/5), kembali kedatangan bahan baku (bulk) vaksin COVID-19 dengan merk Sinovac sebanyak 8 juta dosis.

Erick menjelaskan, dengan kedatangan vaksin tahap ke-14 ini, maka Indonesia telah menerima 3 juta dosis vaksin dalam bentuk jadi produksi Sinovac; 6,41 juta dosis vaksin bentuk jadi produksi AstraZeneca; dan 1 juta dosis vaksin bentuk jadi produksi Sinopharm, yang mana sebanyak 500 ribu dosis merupakan hibah dari pemerintah Uni Emirat Arab (EUA). Selain itu, ada juga 81,5 juta dosis bahan baku vaksin Sinovac yang setelah diolah PT Bio Farma (persero) Tbk menjadi 65,5 juta dosis vaksin jadi.

“Sampai saat ini, Indonesia sudah mempunyai 75,9 juta vaksin, di mana dari 75,9 juta itu, kalau satu rakyat indonesia menggunakan dua dosis, berarti itu cukup untuk 37,5 juta (orang),” ujar Erick.

Hingga saat ini, ujar Erick, realisasi pelaksanaan program vaksinasi COVID-19 yang dilakukan oleh pemerintah totalnya mencapai 26,9 juta dosis. Dari jumlah tersebut sebanyak 16,3 juta orang telah menerima vaksin dosis pertama, dan sekitar 10,6 juta orang telah menerima vaksin dua dosis atau dosis lengkap.

Dengan angka tersebut, Erick mengklaim, Indonesia merupakan salah satu negara yang telah melakukan vaksinasi terbanyak di Asia Tenggara.
Meskipun demikian, jumlah tersebut katanya masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti China dan Amerika Serikat. Oleh karena itu, Erick menegaskan bahwa pemerintah akan terus meningkatkan jumlah rakyat yang menerima vaksin.

Menurutnya, dalam penanganan pandemi vaksinasi merupakan salah satu faktor penting. Namun, ia mengingatkan bahwa vaksinasi juga harus didukung dengan penerapan protokol kesehatan oleh seluruh masyarakat.

“Vaksinasi adalah game changer. Tetapi vaksinasi tanpa didukung protokol kesehatan oleh masyarakat, ini menjadi sesuatu yang tidak bisa sustainable atau berkelanjutan,” jelasnya.

Ditambahkannya, selain mendapatkan vaksin lewat kerja sama bilateral dan multilateral, pemerintah juga terus bekerja keras untuk mengembangkan vaksin Merah Putih guna membangun kemandirian bangsa dalam memenuhi kebutuhan vaksin COVID-19. Saat ini, kata Erick, terdapat enam lembaga yang sedang melakukan pengembangan itu, yaitu Lembaga Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Airlangga.

“Kami juga membuka diri bekerja sama dengan pihak-pihak lain karena kita ingin juga bisa memproduksi vaksin sendiri, tidak hanya vaksin impor. In syaa Allah kerja keras ini akan kita bisa lihat nanti di akhir tahun dan awal tahun depan, apakah kita ada kemajuan dengan vaksin Merah Putih ataupun vaksin kerja sama dengan pihak lain,” pungkasnya. [gi/ab/VOA]

IndonesiaMenkes: Puncak Kenaikan Kasus Covid-19 Diperkirakan Akhir JuniSultra