POSO, LENTERASULTRA.COM – Aliansi Pemuda Poso berunjuk rasa di Kota Tentena, Kabupaten Poso, pada Sabtu (22/5), untuk medesak pemerintah dan aparat keamanan agar segera menuntaskan persoalan terorisme di wilayah itu.
“TNI dan POLRI perlu meningkatkan dan lebih mengutamakan keamanan masyarakat Sulawesi Tengah khususnya di Kabupaten Poso, yang kedua Pemerintah Daerah Kabupaten Poso mendesak Pemerintah Pusat untuk lebih tegas pemberantasan terorisme di Kabupaten Poso,” kata Dedrik Lagandesa, Koordinator Lapangan aksi itu.
Dendrik membacakan enam poin tuntutan penyelesaian masalah terorisme di bundaran tugu Kota Tentena. Dia mengatakan demo itu menyuarakan keresahan masyarakat terhadap korban sipil yang masih berjatuhan akibat aksi-aksi teror, meski operasi keamanan sedang berlangsung di wilayah itu.
“Awal 2015 Operasi Maleo, 2016 sudah masuk operasi Tinombala dan sekarang berganti operasi menjadi Operasi Madago Raya, belum tuntas bicara terorisme di Poso ini. Banyaknya korban, puncaknya korban empat orang yang di Napu itu,” kata Dendrik saat dihubungi VOA dari Palu.
Tewasnya empat petani kopi, warga desa Kalemago yang dibunuh oleh kelompok MIT pada Selasa, 11 Mei 2021, menuai reaksi keras dari berbagai pihak yang menginginkan kelompok itu segera ditangkap.
Wakil Penanggung Jawab Komando Operasi (PJKO) Satgas Madago Raya, Brigjen TNI Farid Makruf, menyayangkan pandangan bahwa Satgas Madago Raya tidak berbuat maksimal untuk memburu kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Apalagi, katanya, sejumlah pihak mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk mendesak penanganan serius masalah gangguan keamanan itu.
Farid mengeluh hal itu membuat satgas seolah-olah tidak bekerja. Tanpa menyebut nama, Farid balik mempertanyakan kontribusi pihak-pihak yang mengeluhkan kinerja satgas, dalam membantu operasi keamanan. Misalnya, apakah mereka membantu memberi info keberadaan MIT.
“Presiden itu sudah berbuat yang terbaik. Presiden itu sudah memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri untuk mengerahkan pasukan terbaiknya, dan buktinya sekarang pasukan-pasukan itu ada di daerah operasi,” papar Farid, dikutip dari voaindonesia.com.
Farid menjelaskan, selain tantangan wilayah operasi yang luas, satgas juga menghadapi tantangan dari para simpatisan yang memasok logistik dan informasi sehingga MIT bisa menghindari aparat keamanan. Satgas berharap pemerintah daerah (pemda) dan para tokoh masyarakat mengimbau warga agar tidak membantu MIT.
Satgas Madago Raya menyebutkan MIT yang beranggotakan sembilan orang itu terbagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama berjumlah lima orang di pimpin oleh Qatar asal Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kelompok kedua berjumlah empat orang di pimpin Ali Kalora asal Ambon, Maluku.
Menurutnya kelompok MIT terpecah dalam dua kelompok karena ada bagian dari kelompok itu yang sudah ingin menyerah kepada aparat keamanan.
“Yang dari Poso sendiri, Suhardin, kemudian Ahmad Gazali dengan Rukli dan Ali Kalora itu sebenarnya sudah lama ingin menyerah, cuma mereka takut dengan kelompoknya Qatar ini. Maka sampai hari ini mereka itu sudah tidak bersatu lagi,” tambahnya.
Farid mengatakan masyakarat bisa mendukung upaya TNI/POLRI untuk menangkap anggota MIT, yaitu dengan memberi informasi kepada aparat keamanan, jika melihat atau mengetahui keberadaan kelompok itu. [yl/ft/VOA]