JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Diplomasi Indonesia memainkan peran penting dalam merespon dan menghadapi percaturan isu-isu global, salah satunya perubahan iklim. Menghadapi The Twenty Sixth of The Conference of the Parties to the UNFCCC (Cop26 UNFCCC), Indonesia berada pada posisi leading by example. Artinya Indonesia akan hadir pada forum tersebut dengan membawa capaian yang telah dilakukan Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim.
“Dalam negosiasi perubahan iklim ke depan ditambah bukti ilmiah dan praktik di lapangan, sudah saatnya Indonesia menyampaikan apa yang sudah dilakukan dan mengajak dunia untuk melakukan hal yang sama,” kata Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Alue Dohong di Jakarta, Selasa (20/4/2021).
“Indonesia patut bangga atas capaian tersebut, tetapi Indonesia tidak dapat berhenti sampai di sini karena masih banyak hal yang harus dikerjakan, perjuangan masih panjang untuk mencapai penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan hingga 41 persen dengan dukungan internasional,” imbuhnya.
Menurut Wamen, negosiator berperan penting menyampaikan prestasi-prestasi tersebut dan memperkuat posisi Indonesia di tingkat global. Para negosiator perubahan iklim Indonesia dituntut untuk mampu melakukan setting agenda dan berkontribusi dalam menentukan arah perundingan perubahan iklim global.
“Untuk tahap selanjutnya, peningkatan kapasitas negosiator ini dapat dikembangkan pada isu dan agenda perjanjian internasional yang lebih luas lagi,” ujarnya.
“Peran Indonesia dengan substansi dan track record menjadi bekal menjalankan perundingan,” ujarnya.
Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Laksmi Dhewanthi mengatakan pihaknya telah menyelesaikan pelatihan tiga tingkatan negosiator perubahan iklim angkatan pertama yang diikuti oleh ASN dari KLHK dan Kemlu. Tiga tingkatan tersebut yaitu tingkat dasar pada 2-6 November 2020 diikuti oleh 30 peserta, tingkat lanjutan pada 9-19 Maret 2021 diikuti oleh 28 peserta dan tingkat mahir pada 5-19 April 2021 diikuti oleh 27 peserta. Selama pelatihan, peserta dibekali pengetahuan dan keterampilan mengenai kebijakan politik luar negeri, teknik negosiasi dan diplomasi serta praktik menyusun kertas posis.
“Mereka diarahkan bagaimana memahami situasi dan substansi perubahan iklim,” tandasnya. (ATN)