Indonesia Tetapkan Rencana Aksi Nasional Konservasi Hiu Paus

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan Rencana Aksi Nasional Konservasi Hiu Paus (Rhincodon typus) Tahun 2021-2025. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 16 Tahun 2021.

Keputusan tersebut ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono pada tanggal 1 Maret 2021 dan diluncurkan pada penyelenggaraan Simposium Hiu dan Pari di Indonesia ke-3 di Jakarta, Rabu (7/4/2021). Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Tb. Haeru Rahayu mengatakan Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Hiu Paus akan menjadi acuan bagi unit kerja di lingkungan KKP dan instansi terkait dalam pelaksanaan konservasi Hiu Paus sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

“RAN yang ditetapkan memuat strategi, kegiatan, Indikator, output, lokasi, waktu, penanggung jawab, dan unit kerja terkait dalam konservasi hiu paus di Indonesia,” ujar Tebe di Jakarta, dikutip Sabtu (10/4/2021).

Dari 117 jenis ikan Hiu yang ada di Indonesia, ikan Hiu Paus merupakan satu-satunya jenis ikan hiu yang sejak tahun 2013 statusnya dilindungi secara penuh melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor: 18/KEPMEN-KP/2013.

“Penetapan status perlindungan saja tidak cukup, diperlukan upaya konservasi Hiu Paus yang berkelanjutan, terencana, dan terukur. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi dan rencana aksi konservasi hiu paus di Indonesia,” ungkapnya, dikutip dari asiatoday.id.

RAN Konservasi Hiu Paus yang ditetapkan diharapkan tidak sekedar menjadi dokumen perencanaan, tetapi dilaksanakan secara serius oleh para pihak, terutama oleh instansi yang menjadi penanggung jawab kegiatan. Sehingga kondisi hiu paus di alam menjadi Iebih baik dalam 5 tahun mendatang.

“KKP akan mengevaluasi pelaksanaan RAN tersebut setiap tahun,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Program Kelautan dan Perikanan Yayasan WWF Indonesia, Imam Musthofa Zainudin menyambut baik ditetapkannya RAN Konservasi Hiu Paus sebagai bukti keseriusan terhadap konservasi hiu dan pari terancam punah. Hiu Paus meskipun dilindungi penuh, aktivitas pemanfaatan non ekstraktif berupa wisata bahari masih dimungkinkan dan terbukti telah berjalan dengan cukup baik seperti di NTB dan Gorontalo. Kegiatan pengelolaan dan pemanfataan berkelanjutan Hiu Paus ini semuanya telah tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Konservasi Hiu Paus.

Dukungan CTI-CFF

Sementara itu, Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) terus memberikan dukungannya untuk konservasi Hiu dan Pari di kawasan segitiga karang dunia. Salah satunya dengan melakukan peningkatan kapasitas SDM pengelola Hiu dan Pari melalui Training of Trainers (ToT) WWF Shark and Ray: Marine Protected Area (MPA) for Sharks & Rapid Assessment Tool (RAT).

Pelatihan yang ditujukan untuk perwakilan dari negara CTI-CFF, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, dan Kepulauan Salomon digelar secara virtual, pada Senin-Selasa (5-6/4/2021). Pelatihan yang didukung oleh WWF Indonesia ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Simposium Hiu dan Pari di Indonesia ke-3.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Tb. Haeru Rahayu menjelaskan bahwa Indonesia adalah inisiator terbentuknya CTI-CFF tahun 2009 sebagai wujud komitmen Indonesia bersama 5 negara untuk menjaga dan melestarikan sumber daya alam yang ada di kawasan segitiga karang.

“Kementerian Kelautan dan Perikanan telah ditunjuk sebagai Sekretariat Komite Nasional CTI-CFF yang bertugas untuk memfasilitasi pengelolaan terumbu karang dan keikutsertaan Indonesia dalam kerangka kerja sama multilateral CTI-CFF. Terumbu karang merupakan rumah bagi ikan dan salah satu cara melestarikan hiu dan pari dengan menjaga terumbu karang dengan baik,” tambahnya.

Sementara itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (Dit. KKHL) Ditjen PRL KKP, Andi Rusandi selaku Wakil Ketua Kelompok Kerja Spesies Terancam Punah CTI-CFF mengatakan Hiu dan Pari sudah sejak lama menjadi spesies prioritas CTI-CFF. Di dalam Regional Plan of Action (RPOA) 2.0, disebutkan Hiu dan Pari bersama Penyu dan mamalia laut menjadi spesies utama target konservasi CTI-CFF di kawasan segitiga karang dunia.

“Targetnya adalah mengurangi ancaman dan meningkatkan status konservasi dari spesies terancam punah, termasuk spesies Hiu dan Pari,” ujar Andi.

Andi menjelaskan, penelitian menunjukkan bahwa efektivitas kawasan konservasi untuk perlindungan spesies Hiu dan Pari sangat sulit ditetapkan tanpa adanya indikator yang terukur atau mempertimbangkan karakteristik Hiu dan Pari secara spesifik.

“Menjawab permasalahan tersebut, kami bersama WWF Indonesia dan bekerja sama dengan James Cook University Australia telah menyediakan panduan penilaian cepat untuk data-data terbatas, yang akan diberikan dalam pelatihan ini,” jelasnya.

Andi berharap peserta pelatihan dapat menguasai panduan penilaian cepat tersebut dan mempraktikan pengetahuan yang didapat pada kawasan konservasi khususnya dalam pengelolaan hiu dan pari di negaranya masing-masing.

Sementara itu, Dr. Cassie Rigby dari James Cook University Australia sebagai pembicara utama menjelaskan tentang pentingnya Rapid Assessment Toolkit untuk kepentingan kawasan konservasi Hiu dan Pari.

Casie mendorong agar para peserta pelatihan mempertimbangkan aspek multidimensi kawasan konservasi Hiu dan Pari, seperti biologi dan ekologi spesies yang dilindungi, aspek sosial ekonomi, upaya perikanan, pemantauan dan evaluasi. (ATN)

IndonesiaIndonesia Tetapkan Rencana Aksi Nasional Konservasi Hiu PausSultra