JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Perubahan iklim global makin nyata mempengaruhi keseimbangan air di planet Bumi. Negara-negara di dunia terus berpacu untuk menyelamatkan lingkungan guna mewaspadai ancaman krisis air di masa depan, termasuk di Indonesia. Ekologi Daerah Aliran Sungai (DAS) paling rentan mengalami kerusakan sehingga dikhawatirkan dapat mempengaruhi jumlah air di sungai yang berpotensi mengakibatkan lebih banyak banjir atau kekeringan.
Aliran sungai merupakan indikator penting ketersediaan sumber daya air bagi manusia dan lingkungan. Jumlah air yang tersedia juga bergantung pada siklus air atau perubahan penggunaan lahan. Jika, misalnya air dialihkan untuk irigasi atau diatur melalui waduk, atau hutan dibuka dan tanaman monokultur ditanam di tempatnya, ini dapat berdampak pada aliran sungai. Hari Air se-Dunia 2021, menjadi momentum bagi Indonesia untuk merefleksi upaya nyata dalam mitigasi krisis air di masa depan.
Dikutip dari asiatoday.id, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menjadi salah satu motor penggerak dalam membangun infrastruktur air di Indonesia, mulai dari bendungan, waduk hingga irigasi. Selain untuk menjaga ketersediaan pengairan bagi sektor pertanian dan pangan, infrastruktur ini juga berfungsi untuk menjaga ketersediaan air secara berkelanjutan.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengingatkan kepada seluruh elemen masyarakat untuk mulai membangun kesadaran dalam memanfaatkan air. Tidak hanya memiliki hak sebagai pengguna air, tetapi masyarakat juga bertanggung jawab serta wajib memberikan konstribusi dalam memelihara alam dan lingkungan yang menjadi sumber air.
“Sebagai sumber kehidupan, setiap tetes air sangat berharga,” kata Basuki Hadimuljono saat berbicara pada puncak Hari Air Dunia (HAD) ke-29 tahun 2021 di Bendungan Sindangheula, Banten, Senin (22/3/2021).
Basuki pun menyampaikan lima prinsip menghargai air yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama, mengakui dan merangkul berbagai nilai air untuk berbagai kelompok dan kepentingan dalam semua keputusan yang mempengaruhi air. Kedua, rekonsiliasi dan bangun kepercayaan dengan melakukan semua proses untuk merekonsiliasi nilai dengan cara yang adil, transparan, dan inklusif. Ketiga, melindungi sumber air, termasuk daerah aliran sungai, sungai, akuifer, ekosistem terkait, dan aliran air bekas untuk generasi sekarang dan mendatang. Keempat, mendidik untuk memberdayakan, yakni mempromosikan pendidikan dan kesadaran di antara semua pemangku kepentingan tentang nilai intrinsik air dan peran pentingnya dalam semua aspek kehidupan. Kelima, berinvestasi dan berinovasi.
“Pastikan investasi yang memadai dalam institusi, infrastruktur, informasi dan inovasi untuk mewujudkan banyak manfaat yang diperoleh dari air dan mengurangi risiko,” kata Basuki.
Di sisi lain, dalam mengelola potensi air di Indonesia yang cukup tinggi yakni sekitar 2,7 triliun m3/tahun, pemerintah membangun berbagai infrastruktur sumber daya air. Salah satunya Bendungan Sindang Heula yang menjadi lokasi puncak peringatan HAD ke-29.
Bendungan Sindang Heula yang telah diresmikan Presiden Joko Widodo pada tanggal 4 Maret 2021 memiliki kapasitas 9,3 juta m3. Bendungan ini diharapkan memberikan manfaat irigasi terhadap 1.280 hektare (ha) sawah di Serang dan sekitarnya, air baku, pengendalian banjir, pembangkit listrik, dan memiliki potensi besar sebagai destinasi baru wisata di Banten. Basuki mengingatkan bahwa beberapa kejadian banjir pada awal tahun 2021 seperti di Pandeglang Banten, Pekalongan dan Bekasi Jawa Barat, Semarang Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, patut menjadi perhatian bersama.
“Bahwa upaya pendekatan struktural seperti membangun bendungan dan normalisasi sungai juga perlu diikuti dengan pendekatan non-struktural seperti penanaman 61.840 bibit pohon yang dilakukan dalam rangka HAD 2021,” pungkasnya. (ATN)