JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh 4,9 persen pada tahun ini. Hasil survei OECD juga menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali naik menjadi 5,4 persen pada tahun 2022. Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria mengungkapkan, pemulihan ekonomi Indonesia akibat pandemi akan berlangsung secara bertahap dan tergantung pada penanganan di sektor kesehatan.
“Indonesia sedang menghadapi tantangan terberatnya sejak krisis 1997. Dengan reformasi yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan energi dan bakat dari populasi mudanya dan membuat ekonomi bergerak maju lagi,” kata Angel Gurria, dikutip dari Sekretariat Kabinet, pada Jumat (19/3/2021).
“Saya pikir ini relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara OECD lainnya, bukan? Jadi, kita mengalami defisit pada tahun 2020 sekitar 6,1 persen dan pada saat yang sama kondisi perekonomian juga relatif baik dan kontraksi sekitar 2 persen. Itu adalah salah satu capaian yang juga kami gunakan untuk dapat merespons situasi 2021,” ujar Menkeu.
Dikatakan, belanja pemerintah difokuskan untuk menangani pandemi, terutama sisi kesehatan, perlindungan sosial, dan menjaga kelangsungan dunia usaha. Dengan respons pemerintah yang cepat dan tepat, tingkat kemiskinan Indonesia mampu bertahan di sekitar 10,4 persen, lebih rendah dari prediksi Bank Dunia yakni di atas 11,4 persen.
“Sekarang kami benar-benar perlu fokus pada bagaimana memastikan bahwa proses pemulihan akan dilanjutkan. Pada saat yang sama, kami juga akan mempercepat pemulihan ini dan mengamati area yang membutuhkan lebih banyak dukungan kebijakan. Ini sangat pragmatis, tetapi juga fleksibel, transparan, dan akuntabel,” kata Menkeu.
Rendah Pendapatan Perpajakan Indonesia
OECD juga menyoroti pendapatan perpajakan Indonesia yang rendah dibanding negara anggota G20. Padahal negara sedang menggelontorkan anggaran yang cukup besar untuk menangani pandemi. Angel Gurria mengatakan Indonesia memiliki kepatuhan pajak yang buruk dan terlalu murah hati dalam memberikan pengecualian dan diskon pajak.
Tak hanya itu, OECD juga menilai pemerintah Indonesia memiliki kecenderungan melakukan pengurangan perpajakan dalam jangkauan yang luas. Dia pun menilai usai perekonomian Indonesia terlepas dari resesi, otoritas fiskal perlu lebih mendorong penerimaan perpajakan.
“Hal itu akan membantu untuk menyelesaikan masalah kesenjangan yang terjadi sekaligus memberikan kontribusi terhadap kondisi keuangan negara,” jelasnya.
Menurut Gurria, jika penerimaan pajak bisa dimaksimalkan, maka hal tersebut akan sangat membantu kondisi keuangan negara. Tak hanya dari sektor properti, OECD menilai pemerintah juga perlu meningkatkan tarif pajak sektor lain, misalnya produk tembakau.
“Meningkatkan kepatuhan pajak akan sangat membantu negara meningkatkan pendapatan. Menutup celah dan meningkatkan kepatuhan terhadap pajak penjualan juga bisa menjadi salah satu cara untuk membantu menopang pendapatan,” ucapnya.
“Hal itu akan membantu untuk menyelesaikan masalah kesenjangan yang terjadi sekaligus memberikan kontribusi terhadap kondisi keuangan negara,” ujar Gurria. (ATN)