Petani Harap Pemerintah Batalkan Wacana Impor Beras

Padi sawah. Ist.

Ketua Umum Gerakan Petani Nusantara (GPN), Suryo Wiyono mengungkapkan, wacana pemerintah untuk mengimpor beras hingga 1,5 juta ton menjelang musim panen raya sangat tidak masuk akal. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), katanya,stok beras dari musim panen raya yang akan dimulai pada akhir Maret nanti sangat memadai.

Menurut Suryo, wacana impor beras juga menjatuhkan harga psikologis gabah petani di pasaran. “Kalau sebelumnya kan sampai Rp4.200 per kg (harga gabah petani). Sekarang ini setelah ada berita itu langsung jadi Rp3.400-Rp3.700 per kg. Yang di Kudus, Subang, Indramayu sudah turun setelah ada berita ini,” ungkap Suryo kepada VOA di Jakarta, Senin (15/3).

Ia mengatakan, kebijakan impor beras yang dilakukan oleh pemerintah pada tahun 2018 lalu bisa dimaklumi oleh petani karena adanya serangan hama wereng yang sangat besar pada tahun 2017. Namun pada 2021 kali ini, ia memastikan bahwa produksi gabah dari petani di seluruh Indonesia berjalan lancar tanpa ada hambatan apa pun.

“Saya akan kerjakan ini seadil mungkin, searif mungkin, sebijaksana mungkin dan percayalah bahwa tidak ada niat pemerintah untuk menghancurkan harga petani terutama ketika sedang panen raya,”ungkap Lutfi di Jakarta, Senin (15/3).

Ia menjelaskan langkah impor beras diambil untuk menjaga cadangan stok beras nasional dan menstabilkan harga di pasaran. Berdasarkan angka ramalan produksi beras nasional dari BPS pada tahun ini jumlahnya naik dari tahun lalu menjadi 31,33 juta ton. Namun, angka ramalan tersebut bisa turun dan naik, tergantung dari beberapa faktor seperti faktor cuaca.

“Tahun 2018 pemerintah memutuskan impor untuk iron stock (cadangan) Bulog setidaknya 500.000 ton, tahu berapa yang kita impor pada tahun 2018? Nol. Kenapa? Karena ternyata penyerapan daripada petani itu tinggi dan tidak mengharuskan Bulog untuk impor, psikisnya di situ,” jelasnya seperti dikutip dari Asiatoday.id.

Senada dengan Menteri Perdagangan, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso mengatakan, meskipun mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk melakukan impor beras belum tentu hal tersebut akan dilakukan. Pihaknya akan selalu mengutamakan produksi gabah dari petani nasional.

“Prinsipnya kami akan mengutamakan produksi petani dalam negeri untuk penyerapan untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Jadi kembali lagi, walaupun kami mendapatkan tugas untuk impor sampai 1 juta ton, itu belum tentu kami laksanakan, karena kami tetap memprioritaskan produk dalam negeri yang sekarang sedang masa puncak panen raya sampai April,” ungkap Budi.

Budi menjelaskan, hingga 14 Maret 2021 stok beras yang dimiliki oleh Bulog mencapai 883.585 ton. Jumlah itu terdiri dari cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 859.877 ton dan beras komersial 23.708 ton.

“Stok cukup untuk penjualan Bulog sebagai Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga atau KPSH dan tanggap bencana sesuai kebutuhan Perum Bulog,” kata Budi.

Sementara itu realisasi pengadaan gabah beras dalam negeri periode Januari-14 Maret 2021 adalah sebesar 70.940 ton. Menurutnya, rata-rata penyerapan gabah beras pada minggu kedua Maret mencapai 3.500 ton per hari. Jumlah tersebut naik lebih dari dua kali jika dibandingkan dengan minggu pertama Maret yang sebanyak 1.500 ton per hari. Realisasi penyerapan gabah ini kemungkinan akan terus meningkat dikarenakan adanya musim panen raya pada Maret hingga April.

Maka dari itu, diperkirakan penyerapan CBP dalam negeri periode Maret-April 2021 yang dilakukan oleh Bulog sebanyak 390.800 ton, sehingga diharapkan stok CBP pada akhir April sudah berada di atas 1 juta ton.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Donny Gahral Adian kepada VOA juga mengatakan, kebijakan impor beras tetap memperhatikan dinamika produksi beras yang terjadi di dalam negeri. Menurutnya, jika nantinya pemerintah sampai melakukan impor beras tidak akan dilakukan bersamaan dengan musim panen raya di tanah air.

“Pertama, impor beras tidak mungkin dilakukan berbarengan dengan panen raya, yang kedua itu akan dilakukan secara bertahap, dan selalu berdasarkan data-data cadangan beras pemerintah yang ada. Saat ini memang kita sedang memasuki masa panen raya, jadi tidak mungkin impor dilakukan pada saat-saat ini,” ungkap Donny.

Nantinya, setelah musim panen raya, ujar Donny, pemerintah akan melihat lagi data-data di lapangan. Apabila memang terjadi selisih negatif antara produksi nasional dengan kebutuhan nasional, katanya, pemerintah akan menutupinya dengan impor.

“Pengalaman dari tahun-tahun kemarin, kita 2018 pernah impor tidak terjadi anjlok harga di petani karena memang dilakukan secara bertahap dan penuh kalkulasi,” pungkasnya. [gi/ab/VOA]

IndonesiaPetani Harap Pemerintah Batalkan Wacana Impor BerasSultra