JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) pada 2016 menunjukkan bahwa konsumsi alkohol per kapita di Asia Tenggara meningkat 34 persen, lebih tinggi dibandingkan di Eropa yang menurun 12 persen. Peningkatan konsumsi alkohol di Asia Tenggara dan Selatan dikontribusikan oleh India, Thailand, dan Indonesia. Pertumbuhan itu diprediksi akan melewati kontribusi konsumsi alkohol global oleh Eropa pada 2030. Menurut Dr. dr. Kristiana Siste, Sp.KJ(K) dari Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), prevalensi remaja usia 13-17 yang mengonsumsi alkohol di Indonesia adalah 4,4 persen berdasarkan survei pada 2016.
Siste memandang, salah satu pendorongnya adalah pengawasan yang rendah, dimana 20 persen remaja mengaku dapat membeli langsung alkohol di toko tanpa kartu identitas.
“Ini yang menyebabkan mereka kemudian bisa mengakses alkohol dengan lebih mudah,” imbuhnya seperti dikutip dari Asiatoday.id.
Lebih jauh Siste menerangkan tentang angka ketergantungan alkohol di Indonesia menurut riset kesehatan dasar (Riskesdas 2018). Menurut data tersebut, 62,5 persen konsumsi alkohol di Indonesia tidak tercatat. 6,5 persen memiliki episode premium berat pada usia 15 tahun.
“Peminum berat ini artinya sudah masuk kriteria adiksi atau kecanduan, dan 0,8 persen termasuk dalam penyalahgunaan alkohol,” jelasnya.
Jika dilihat dari angka konsumsi alkohol berdasarkan usia, pada usia 10-14 sudah ada yang mengonsumsi alkohol sebanyak 0,3 persen. Pada usia 15-19, peminum alkohol mencapai 3,7 persen, dan pada usia 20-24 jumlahnya kembali naik yaitu 6,4 persen.
Dari jumlah tersebut, jumlah laki-laki peminum alkohol lebih banyak ketimbang perempuan. Yakni, 6,1 persen laki-laki dan 0,4 persen perempuan. Jenis alkohol yang dikonsumsi pun beragam, mulai dari beer, wine, spirits, dan lain-lain termasuk oplosan. Jenis alkohol yang paling banyak diminum adalah wine yakni 76 persen. (ATN)