KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Kain tenun Kumohu, Desa Watarumbe, Kabupaten Buton Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara, resmi dinyatakan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. Ditetapkannya kain tenun Kumohu sebagai warisan budaya telah melalui proses yang cukup panjang.
Sejak tahun 2019 lalu, Pemprov Sultra telah mengusulkan delapan WBTB ke Kemendikbud RI. Namun setelah melalui pengkajian dan penelitian termasuk sidang terakhir, hanya satu yang dinilai layak untuk dipertimbangkan. Hal itu disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sultra, Drs Asrun Lio, saat menerima sertifikat WBTB dari Sekjen Kebudayaan Kemendikbud.
“Kain Kumohu ini sudah resmi menjadi warisan budaya sejak diserahkanya sertifikat WBTB Senin 15 Maret di Jakarta kemarin. Sebenarnya pemerintah relah megajukan delapan usulan yang juga merupakan warisan budaya harta benda dan warisan budaya di Sultra, namun hanya satu yang dapat perhatian,” ungkap Asrun Lio, Selasa (16/03/2021).
Salah satu indikator penting dalam penilaian Kain Tenun Kumohu asal Desa Watarumbe, Kabupaten Buton Tengah menjadi WBTB adalah karena sebagian besar masyarakat dan para ibu-ibu merupakan pengrajin tenun tradisional yang masih aktif hingga saat ini. Dimana telah diketahui bersama bahwa saat ini kita berada di era modern, namun para pengrajin tangan tetap eksis melestarikan budaya lokal.
“Dari hasil penilaian, Kemendikbud RI menilai bahwa Kamohu ini tidak hanya berfungsi sebagai sarung tenun saja akan tetapi bisa difungsikan sebagai pakaian adat Desa Watarumbe, Kabupaten Buton Tengah. Selain itu kain tenun Kumohu memiliki beragam-ragam warna yang terbuat dari kapas dan dibuat secara tradisional,” ungkapnya.
Adapun nilai dan makna kain tenun Kumohu pada Masyarakat Desa Watarumbe, dapat terlihat seperti pada acara kegiatan adat, pesta akiqah, pernikahan, pingitan, hingga acara ritual adat lainnya. Akan tetapi, warna Sarung Tenun Kumohu yang digunakan pada umumnya berbeda-beda karena tergantung pada status sosial ataupun jabatan, dalam struktural adat itu sendiri dan hal ini berbeda dengan sarung tenun pada umumnya.
“Selain karena produksinya masih dilakukan dengan cara tradisional, kain tenun Kamohu juga sudah ada sejak 50 tahun lalu. Itu artinya kain tenun ini sudah ada lebih dari abad 19 lalu. Sehingga kemungkinan pusat menganggap lengkap indikatornya untuk dipertimbangkan. Bahkan Belanda saja dalam tulisannya menyebutkan yang bisa diperdagangkan selain rempah-rempah itu adalah tenun. Berarti sudah ada sejak dulu,” tegasnya. (B)
Reporter: Sri Ariani
Editor: Wulan