UN Women Kecam Kekerasan Militer Myanmar dan Penindasan Perempuan

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, UN Women mengecam keras tindakan represif junta militer di Myanmar terhadap pengunjukrasa pro demokrasi.

UN Women mengutuk segala tindakan kekerasan dan penggunaan kekuatan mematikan oleh pasukan Myanmar terhadap demonstran. Apalagi, aksi militer Myanmar telah menyebabkan 6 perempuan kehilangan nyawa.

Direktur Eksekutif UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka mengatakan pasukan keamanan juga menangkap sekitar 600 perempuan dalam aksi demonstrasi termasuk perempuan muda, LGBTIQ, dan aktivis masyarakat sipil.

“Selain itu, mereka yang ditahan juga dikabarkan mengalami pelecehan dan kekerasan seksual,” ujar dia dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (12/3/2021).

Perempuan telah lama memainkan peran penting dalam sejarah Myanmar, oleh karena itu UN Women memandang perempuan tidak boleh diserang dan dihukum saat menyampaikan ekspresi damai atas pandangan mereka. Di samping itu, Myanmar merupakan salah satu penandatangan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW).

Konvensi itu antara lain menyatakan bahwa pembangunan penuh dan lengkap suatu negara, kesejahteraan dunia dan tujuan perdamaian membutuhkan partisipasi maksimum dari perempuan yang setara dengan laki-laki di segala bidang.

“Dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental atas dasar kesetaraan dengan laki-laki,” tegasnya seperti dikutip dari asiatoday.id.

Komite CEDAW selanjutnya dengan jelas menetapkan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah bentuk diskriminasi yang dilarang berdasarkan konvensi tersebut.

“Kami menyerukan kepada militer dan polisi Myanmar untuk memastikan bahwa hak berkumpul secara damai dihormati sepenuhnya, dan bahwa para demonstran, termasuk wanita, tidak dikenai tindakan balasan,” kata Mlambo-Ngcuka.

Lebih lanjut, dia menyerukan kepada militer dan polisi Myanmar untuk menghormati hak asasi perempuan yang telah ditangkap dan saat ini ditahan, serta mengulangi seruan PBB untuk segera membebaskan semua tahanan.

Sejak pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi dikudeta oleh militer pada 1 Februari 2021, lebih dari 60 pengunjuk rasa dilaporkan tewas dan sedikitnya 2.000 orang ditahan oleh pasukan keamanan, kata kelompok pembela Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.

Kudeta yang memicu unjuk rasa hampir di seluruh Myanmar itu dilatarbelakangi tudingan militer atas kecurangan dalam pemilu yang dimenangi partai pimpinan Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), pada November tahun lalu.

Namun, tuduhan itu telah ditolak oleh komisi pemilu dan mayoritas rakyat Myanmar yang menginginkan pemerintahan sipil yang demokratis. (ATN)

IndonesiaSultraUN Women Kecam Kekerasan Militer Myanmar dan Penindasan Perempuan