JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Kebijakan Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk memperpanjang preferensi tarif Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia pada tanggal 30 Oktober 2020, membangkitkan optimisme baru bagi peningkatan kerjasama bisnis yang lebih erat antara kedua negara.
Pasalnya, fasilitas GSP tersebut diproyeksikan akan menggenjot arus perdagangan dua arah. Sektor lain yang akan diperoleh Indonesia adalah kerjasama di bidang investasi.
Duta Besar Indonesia untuk AS Muhammad Lutfi memandang, perpanjangan GSP ini tidak terlepas dari hubungan bilateral yang dijalin dengan sangat baik antara Indonesia dan AS, termasuk di tingkat pemimpin kedua negara, Presiden Jokowi dan Donald Trump.
“Fasilitas GSP sangat penting dalam membantu agar produk-produk ekspor unggulan Indonesia dapat terus kompetitif di pasar AS yang memang dikenal memiliki tingkat persaingan yang tinggi. Apalagi selama ini AS merupakan pasar ekspor non-migas terbesar kedua di dunia bagi Indonesia,” jelas Lutfi dalam konferensi pers secara virtual dikutip Asiatoday.id, di Jakarta, Senin (2/11/2020).
Dalam catatan Kedubes untuk AS, pada 2019 ekspor Indonesia dengan fasilitas GSP mencapai USD2,61 miliar atau setara dengan 13,1 persen dari keseluruhan ekspor Indonesia ke AS berjumlah USD20,1 miliar.
Sementara untuk periode Januari-Agustus 2020, nilainya mencapai USD1,87 miliar atau naik 10,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Usai mendapatkan perpanjangan GSP, langkah yang segera dilakukan Indonesia adalah menyusun road plan dengan memfokuskan pada skema 5+7+5, yakni lima produk utama di antaranya, apparel, produk karet, alas kaki, elektronik dan furniture.
“Tujuan produk potensial seperti produk kayu, travel goods, produk kimia lainnya, perhiasan, mainan, rambut artifisial dan produk kertas. Bahkan, lima produk strategis yakni produk mesin, produk plastik, suku cadang otomotif, alat optik dan medis dan produk kimia organik,” imbuhnya. (AT Network)