Omnibus Law Cipta Kerja Memicu Pembangkangan Sipil dan Kekerasan di Indonesia

 

Aksi demonstrasi mahasiswa menolak Omnibus Law undang-undang cipta kerja yang dilakukan di berbagai kota di Indonesia —ist—

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Keputusan Pemerintah dan DPR RI mengesahkan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja telah memicu lahirnya pembangkangan sipil dan tindak kekerasan di negeri itu. Gelombang protes dan mosi tidak percaya terhadap DPR dan pemerintah yang didengungkan oleh mahasiswa dan kaum buruh menjelma menjadi kerusuhan. Bentrokan antara demonstran dengan aparat, pembakaran sejumlah fasilitas hingga tindakan refresif aparat mewarnai aksi demonstrasi yang berlangsung sepanjang Kamis (8/10/2020).

Dilansir dari Asiatoday.id, aksi protes massa menggema diberbagai kota mulai dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Semarang, Banten, Makassar, Bekasi, Palu, Kendari, Solo, Kalimantan Timur, Aceh, Serang, Bogor, Lampung, Tasikmalaya, Padang, Madiun, Mataram, Medan, Bengkulu, Pekanbaru, Karawang, Balikpapan, Batam dan sejumlah kota lainnya.

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Asfinawati, mengatakan kepolisian telah melakukan tindakan represif dan menangkap para demonstran di 18 provinsi berbeda.

Asfinawati juga menyebutkan, kepolisian di berbagai kota membubarkan unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja tanpa alasan hukum yang sahih.

“Kalaupun sudah ditangkap, buat apa mereka dipukuli, itu namanya brutalitas. Bahkan ada yang ditelanjangi,” kata Asfinawati dalam jumpa pers virtual.

“Penangkapan terhadap demonstran sebenarnya sudah terjadi sejak 6 Oktober lalu,” ungkap Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti. Penangkapan bahkan dilakukan di ruang publik dan transportasi umum.

“Polanya sama, yang ditangkap massa aksi yang berbaju hitam, memakai almamater, dan pelajar,” ujarnya.

Sejumlah pihak mengusulkan perlunya uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi hingga pembangkangan sipil (civil disobedience).

Menurut PUKAT Universitas Gadjah Mada (UGM) ada sejumlah masalah dalam legislasi tersebut, termasuk dalam prosesnya yang dirumuskan secara tidak transparan dan minim partisipasi publik.

Selain itu, teknik Omnibus Law atau hukum sapu jagad yang memuat banyak hal ke dalam satu Undang-undang tidak dikenal dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

“Proses formilnya itu dibuat tanpa partisipasi publik, tanpa aspirasi. Aspirasi itu ditutup hanya pihak tertentu yang didengarkan. Ini mirip orang bikin skripsi tinggal cari data saja,” terang Ahli Hukum PUKAT UGM, Zainal Arifin Mochtar, dalam keterangannya yang dikutip Kamis (8/10/2020).

Selain itu, cacat formil ini bisa diperpanjang lagi. Saat paripurna itu draf UU Cipta Kerja tidak dibagikan pada anggota DPR yang hadir.

“Saat paripurna itu hanya cek kosong saja. Beberapa anggota DPR kemarin tidak dapat draftnya. Tiadanya risalah rapat dan tidak dibagikannya draft, kontrol akan sulit,” katanya.

Kekhawatiran mengenai UU Cipta Kerja ini belum usai. Menurutnya, UU ini juga rawan disusupi pasal-pasal pesanan saat dilakukan sinkronisasi.

“Ini seperti di UU Pemilu, itu terjadi ada penambahan pasal di situ,” lanjutnya.

Oleh karenanya, ia memandang tekanan publik dperlukan mengingat banyak masyarakat yang berpotensi kesulitan dengan produk ini apalagi paradigma hukumnya yang terlalu sentralistik.

“Saya menawarkan kita semua harus teriakkan bersama penolakan terhadap undang-undang ini. Pembangkangan sipil atau apapun bentuknya itu bisa dipikirkan, tapi maksud saya ini cara kita melihat baik-baik UU ini jangan dibiarkan begitu saja. Kalau tekanan publik kuat itu merupakan bagian dari partisipasi sipil,” jelasnya.

Menurutnya dengan tekanan publik yang kuat, harapannya Presiden Jokowi mau menimbang, paling tidak ia bisa memberikan pernyataan politik.

Langkah lain yang juga harus dilakukan tentu judicial review. “UU itu selama ini berjalan membelakangi partisipasi publik. Ini merupakan legislasi yang menyebalkan setelah revisi UU KPK, revisi UU MK hingga UU Minerba,” tandasnya.

Sebagai referensi, istilah pembangkangan sipil atau civil disobedience dipergunakan pertama kali oleh Henry David Thoreau dalam esainya yang ditulis pada tahun 1848 untuk menjelaskan penolakannya terhadap pajak yang dikenakan pemerintah Amerika untuk membiayai perang di Meksiko dan untuk memperluas praktik perbudakan melalui Hukum Perbudakan.

Tetapi definisi pembangkangan sipil yang paling diterima secara luas ditulis oleh John Rawls (1971) sebagai gerakan tanpa kekerasan dan dilakukan dengan hati-hati dengan tujuan untuk membawa perubahan dalam hukum atau kebijakan pemerintah.

Pemikiran Thoreau ini kemudian menginspirasi sejumlah tokoh seperti Mahatma Gandhi untuk melakukan gerakan pembangkangan sipil di India.

Wujud civil disobedience ini bermacam-macam, mulai dari aksi yang berdampak langsung pada pemerintah dan keberlangsungan negara, atau aksi simbolik seperti aksi diam.

Manfaat UU Cipta Kerja

Sebelumnya, pemerintah Indonesia yang diwakili Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan sejumlah menteri menjelaskan manfaat dari pemberlakuan UU Cipta Kerja ini.

Setidaknya ada beberapa manfaat UU ini menurut pemerintah.

  1. Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Airlangga mengungkapkan, tujuan UU Cipta Kerja sesuai bingkai pasal 4 dan pasal 18 undang-undang Dasar 1945 terkait dengan perlindungan dan kepastian hak bagi pekerja buruh.

“Dengan undang-undang ini kehadiran negara dalam bentuk hubungan industrial Pancasila yang mengutamakan hubungan triparted antara pemerintah pekerja dengan di keluarkannya jaminan JKP atau jaminan kehilangan pekerjaan,” tegas Airlangga di dalam rapat paripurna DPR, Senin (5/10/2020).

Menurutnya, program jaminan kehilangan pekerjaan memberikan manfaat cash benefit, dan pelatihan untuk upgrading atau reskilling, serta akses informasi ke pasar tenaga kerja.

Dia mengatakan JKP akan dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan, dimana modal awalnya akan diberikan oleh pemerintah.

“Negara hadir untuk kepastian pemberian pesangon dengan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang akan dikelola BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya.

Dia menambahkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) tidak mengurangi manfaat JKK, JKm, JHT, dan JP serta tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha.

  1. Dukungan dan Kemudahan UMKM

UU Cipta Kerja juga diklaim akan memudahkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan mendirikan Perseroan Terbuka (PT) perseorangan.

Selain itu, UU ini memberikan kemudahan dengan persyaratan dan biaya terjangkau sehingga terdapat kepastian legalisasi bagi pelaku UMKM untuk pendirian PT tersebut.

“Ada kemudahan berusaha bagi orang-orang yang dengan PT berarti akses perbankannya jelas. Selama ini kan orang sulit memulai usaha kalau dia tidak berbadan hukum,” kata Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly Yasonna.

Hal ini dipertegas oleh Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki yang memastikan kehadiran Undang-undang Cipta Kerja berdampak positif terhadap perkembangan UMKM.

Menurutnya, UMKM menjadi tonggak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasalnya, 99 persen pelaku usaha di Indonesia merupakan UMKM dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 97 persen.

“Dengan UU Cipta Kerja, maka nanti kemampuan UMKM menyerap lapangan kerja akan semakin besar. Bagi kami ini sangat positif,” katanya dalam konferensi virtual, Rabu (7/10/2020).

Selama ini, dia menyebutkan perizinan UMKM disamakan dengan usaha besar sehingga pemerintah mempermudah perizinan melalui online single submission (OSS).

“Kemitraan juga kita dorong, pengalaman di dalam negara dan banyak negara, UMKM yang tumbuh besar adalah UMKM yang bermitra dengan usaha besar, terintegrasi sistemnya dengan industri besar,” jelasnya.

Tak hanya dengan industri besar, Teten mengemukakan kemitraan pemerintah juga didorong untuk bisa mengakomodasi pengembangan bisnis UMKM, misalnya di rest area, bandara, terminal dan tempat umum lainnya.

UU Cipta Kerja juga menawarkan kemudahan dalam pendirian koperasi dengan menetapkan minimal jumlah pendirian hanya oleh 9 orang, dari sebelumnya yang berjumlah 20 orang.

  1. Cuti Haid dan Cuti Hamil Tetap Ada

Airlangga juga menegaskan hak-hak pekerja tetap ada dalam Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, meski tidak dicantumkan.

Ia mengungkapkan, cuti melahirkan dan cuti haid tetap sesuai dengan aturan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

“Mengenai isu hak cuti haid dan cuti melahirkan dihapus, kami tegaskan bahwa pengusaha wajib memberikan cuti dan waktu istirahat. Waktu ibadah, cuti haid, cuti melahirkan, waktu menyusui, kami tegaskan tidak dihapus dan tetap sesuai UU lama,” tegas Airlangga, Rabu (8/10/2020).

  1. Keberadaan Bank Tanah

Omnibus Law Cipta Kerja memungkinkan pemerintah membentuk bank tanah. Dalam belid tersebut, lembaga itu merupakan badan khusus yang mengelola tanah.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN), Sofyan Djalil mengatakan bahwa istilah ini banyak yang masih belum paham meski dikenal dalam dunia properti dan pertanian. Bank tanah juga merupakan standar dan berlaku di dunia internasional.

Tugas bank tanah seperti bank lainnya yaitu fungsi intermediary (perantara). Pemerintah mengumpulkan tanah, kemudian membagikannya dengan pengaturan yang ketat

“Bank ini mungkinkan negara memberikan tanah untuk rumah rakyat di perkotaan dengan sangat murah bahkan gratis,” katanya dalam konferensi virtual, Rabu (7/10/2020).

Sofyan lalu menggambarkan pola kerja bank tanah. Lembaga itu menata tanah yang terlantar kemudian mendistribusikan kembali kepada rakyat.

Tujuannya untuk memberikan hak memiliki tempat tinggal kepada masyarakat. Alasannya selama ini mereka yang tidak mampu memiliki tempat tinggal yang semakin jauh dari kota.

“Maka bank tanah itu dimasukkan supaya negara punya tanah dan bisa digunakan dengan mekanisme otority yang dimimiliki oleh Kementerian ATR sehingga harusnya yang kurang beruntung bisa tinggal di pusat kota,” jelasnya.

Selain itu dengan adanya bank tanah bisa membangun banyak tanah. Selama ini hutan kota tidak ada karena tidak memiliki lahan.

  1. Investasi dan Lapangan Kerja

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan 153 investor akan masuk pasca pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) tersebut.

Bahlil mengatakan bahwa masuknya rencana investasi tersebut merupakan kabar baik karena akan membuka pasar kerja baru bagi jutaan masyarakat yang membutuhkan pekerjaan.

“Jadi tidak benar kalau hanya menguntungkan pengusaha, 153 perusahaan otomatis akan masuk ke Indonesia,” kata Bahlil, Rabu (7/10/2020).

Bahlil juga menegaskan bahwa priroritas pemerintah adalah tenaga kerja lokal. Tenaga kerja asing hanya dibutuhkan untuk pekerjaan di level-level tertentu atau posisi yang membutuhkan keahlian khusus.

Dengan potensi tersebut lanjut Bahlil, potensi investasi pada tahun 2021 akan jauh lebih baik dibandingkan tahun 2020. Selain itu, pengesahan UU Ciptaker ini juga akan memperbaiki peringkat kemudahan berusaha Indonesia yang saat ini masih rendah.

  1. Pembangunan Rumah MBR

Airlangga juga memaparkan UU Cipta Kerja juga akan mendorong pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan untuk mengebut penyediaan perumahan bagi masyarakat, khususnya rumah MBR.

Ketentuan soal MBR ini tertuang dalam Bab IX A yang disisipkan di antara Bab IX dan Bab X, sementara pembentukan badan khusus tersebut diatur dalam Pasal 117A dan Pasal 117 B.

Pasal 117 A ayat 1 menyebut bahwa Pemerintah Pusat membentuk BP3 untuk mewujudkan penyediaan rumah umum yang layak dan terjangkau bagi MBR. Berikutnya, Pasal 117 A ayat 2 menjelaskan, pembentukan BP3 perumahan sebagaimana disebutkan pada ayat 1 bertujuan untuk mempercepat penyediaan rumah umum dan menjamin bahwa rumah umum hanya dimiliki dan dihuni oleh MBR.

Di sisi lain, Airlangga menuturkan percepatan rumah bagi MBR ini dapat menekan backlog perumahan.

“Backlog perumahan masyarakat dalam UU ini akan dipercepat. Akan diperbanyak pembangunan rumah masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Airlangga. (ATN)