Ahli: Coronavirus Dibuat di Laboratorium China, Bukan dari Pasar Wuhan

 

Penyebaran virus Corona kian meluas di Kore Selatan —ist–

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Kontroversi seputar asal usul coronavirus yang saat ini menjadi pandemi global, kembali mencuat. Ahli virus China yang melarikan diri ke Amerika Serikat (AS), Li Meng Yan secara terbuka mengungkapkan asal usul virus mematikan itu.

Menurut Li Meng mengutip Asiatoday.id, virus corona SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 saat ini, bukan berasal dari pasar basah di Kota Wuhan, melainkan dari laboratorium milik China.

Pernyataan dan bukti terkait hal itu telah ia tulis dan dipublikasikan dalam sebuah laporan ilmiah bertajuk ‘Unusual Features of the SARS-CoV-2 Genome Suggesting Sophisticated Laboratory Modification Rather Than Natural Evolution and Delineation of Its Probable Synthetic Route’ di Zenodo.

“Virus corona SARS-CoV-2 itu berasal dari laboratorium, laboratorium di Wuhan dan laboratorium tersebut dikendalikan oleh pemerintah China,” ujar Li Meng.

Li Meng menjelaskan, klaim pemerintah China bahwa penyebaran virus corona baru itu terjadi di pasar basah Wuhan sengaja diciptakan untuk mendukung program virus oleh pemerintah China berjalan sesuai rencana.

Dia juga mengungkapkan, pemerintah China melakukan pengawasan ketat terhadap semua penelitian terkait virus, termasuk melakukan intimidasi terhadap para ilmuwan.

Menurut Li Meng, SARS-CoV-2 menunjukkan karakteristik biologis yang tidak konsisten dengan virus zoonosis yang terjadi secara alami. Hal itu berdasarkan bukti genomik, struktural, medis, dan literatur.

“SAR-CoV-2 menunjukkan karakteristik biologis yang tidak sesuai dengan virus zoonosis yang terjadi secara alami,” jelasnya.

Lebih jauh Li Meng menerangkan, SARS-CoV-2 dapat dibuat dengan mudah di laboratorium dalam waktu 6 bulan, sebab genom virus dapat direkayasa dan dimanipulasi secara tepat untuk mengaktifkan virus corona baru yang memiliki sifat unik.

“Bukti menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 merupakan produk laboratorium yang dibuat dengan menggunakan kelelawar coronavirus ZC45 dan atau ZXC21 sebagai template dan atau tulang punggung,” jelas Li Meng.

Li Meng mengungkapkan, beberapa virus corona yang baru-baru ini diterbitkan, misalnya RaT G1318, RmYN 0230, dan beberapa virus corona trenggiling sangat mencurigakan dan kemungkinan besar tidak benar.

Dia menduga pemalsuan temuan itu untuk menipu komunitas ilmiah dan masyarakat umum sehingga identitas sebenarnya dari SARS-CoV-2 disembunyikan.

Dia juga menyebutkan, investigasi asal-usul SARS-CoV-2 harus melibatkan audit independen. Investigasi semacam itu seharusnya dilakukan sejak lama dan tidak boleh ditunda lebih jauh.

Penjelasan Li Meng itu dibantah Weifeng Shi, direktur dan profesor dari Institut Patogen Biologi di Universitas Medis Pertama Shandong di China. Ia menyebut virus ini merupakan evolusi alami, bukan dari laboratorium China.

“Studi kami menunjukkan dengan jelas bahwa virus ini muncul secara alami di alam liar. Ini menjadi bukti kuat kalau virus SARS-CoV-2 bukan bocor dari laboratorium,” tegas Shi.

Peneliti lain di AS juga sepakat jika virus ini adalah virus alami bukan buatan laboratorium. Hal ini diungkap profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research dan penulis jurnal Kristian Andersen.

Menurut mereka, dari analisis data sekuens genom publik dari Covid-19 dan virus terkait, tidak ada bukti bahwa virus itu dibuat di laboratorium atau direkayasa.

“Dengan membandingkan data urutan genom yang tersedia untuk strain corona virus yang diketahui, kita dapat dengan tegas menentukan bahwa SARS-CoV-2 berasal dari proses alami,” kata Andersen melansir Science Daily.

Peneliti riset kanker di Seattle Amerika Serikat (AS) juga sudah memberikan bantahan soal rumor yang marak beredar di media sosial tersebut.

“Tidak ada bukti yang bisa ditemukan kalau virus ini dibuat secara genetik,” jelas Trevor Bedford, dari riset kanker Fred Hutchinson, dalam pertemuan ilmuwan di Seattle.

“Bukti yang kami miliki bahwa mutasi (virus) sangat konsisten sebagai evolusi alami,” seperti dikutip dari Financial Times. (ATN)

Virus corona