JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Dalam memperingati momentum 70 Tahun Hubungan Indonesia-China, Asosiasi Sinologi Indonesia menggelar seminar virtual yang mengupas mengenai program Belt and Road Initiative (BRI) bagi kepentingan Indonesia.
BRI merupakan mega proyek dari Pemerintah China yang sudah diinisiasi sejak tahun 2013 dan telah diikuti oleh 70 negara.
Proyek tersebut memberikan keleluasaan pemberian pinjaman infrastruktur dan investasi terhadap negara-negara yang membutuhkan.
Dalam 70 tahun hubungannya, Indonesia diharapkan dapat mengoptimalkan kemitraan strategis dengan China dalam mewujudkan sinergi Poros Maritim Dunia.
Menurut Penasihat Khusus Menko bidang Kemaritiman dan Investasi, Jona Widhagdo Putri, Implementasi dari sinergi program Poros Maritim Dunia dan BRI ini mewujud dalam dua aspek yang berpotensi menguntungkan Indonesia.
Pertama, hard structure development yang meliputi pengembangan koridor ekonomi 3+1 di wilayah Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Bali.
Kedua, soft structure development melalui Tsinghua South East Asia Center dan Sustainable Development Solutions Network di Bali. Total potensi investasi tersebut ditaksir mencapai USD51,93 miliar atau lebih.
“Tak hanya kerja sama dalam hal infrastruktur, investasi pun diharapkan mengutamakan aspek sosial budaya untuk pengembangan manusia, dan hubungan masyarakat antar-kedua negara,” terang Jona yang juga Pengamat Hubungan Internasional secara virtual dikutip Asiatoday.id.
Jona mengungkapkan, selama ini Investasi China di Indonesia secara nyata telah memberikan kontribusi ekonomi pada peningkatan ekspor nasional, pendapatan daerah, penciptaan lapangan kerja, dan pengembangan sumber daya manusia. Salah satunya investasi China dalam hal pengolahan nikel.
Di antaranya dengan berdirinya PT IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park) di Sulawesi Tengah. Dengan adanya IMIP, Indonesia telah menjadi bagian dari global supply chain melalui ekspor olahan nikel ke beberapa negara, seperti Amerika, Spanyol, Italia, India, Taiwan, dan Korea Selatan.
“Sebagai contoh, kerja sama di bidang pendidikan dilakukan dengan dibangunnya Politeknik Industri Logam Morowali di IMIP, juga adanya program pengiriman mahasiswa Indonesia ke China,” terang Jona.
Menurut data BKPM, Investasi China ke Indonesia saat ini menempati posisi ke-2 diantara Singapura dan Jepang dengan realisasi Investasi dari USD2,4 Miliar pada tahun 2018, meningkat menjadi USD4,7 Miliar pada tahun 2019.
Sementara data dari General Administration of Custom China (GACC), nilai ekspor Feronikel (HS code 720260) dari Indonesia ke China adalah USD913 juta pada tahun 2018, meningkat menjadi USD2,2 Miliar pada tahun 2019 (meningkat 144,49 persen dari 2018 ke 2019). Sedangkan Januari-April 2019 dari USD535 juta meningkat menjadi USD1,4 Miliar pada periode yang sama Januari-April 2020.
“Ekspor produk industri logam pun tetap bergeliat walau pada masa pandemi COVID19, dan hal ini sangat membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sangat terdampak oleh COVID19,” papar Jona.
Lebih lanjut, Jona mengungkapkan hubungan Indonesia dan China tak terbatas dalam sektor ekonomi. Bahkan, baru-baru ini keduanya bekerja sama dalam hal vaksin Covid-19. Selain itu, Indonesia juga menerima bantuan dari China untuk penanggulangan pandemi Covid-19.
“Saat Pandemi Covid-19, Indonesia menerima berbagai bantuan alat kesehatan dari dunia Internasional, bantuan dari pemerintah dan instansi swasta China merupakan bantuan pertama yang datang ke Indonesia,” tandasnya. (ATN)