China Mulai Tinggalkan Tambang, Pelestarian Alam Kini Jadi Standar Baru

 

 

                                                                                                            Dusun Yucun, Kawasan wisata Nasional kelas 4A di China —ist—

BEIJING, LENTERASULTRA.COM—- China kini memulai babak baru dan mulai fokus pada pelestarian alam. Sabtu (15/08/20200, tepat 15 tahun sebelumnya, konsep pembangunan ramah lingkungan diusulkan, yakni “Perairan jernih dan pegunungan rimbun merupakan aset-aset penting.”

Dusun Yucun, sebuah desa yang berkembang pesat di Provinsi Zhejiang, Tiongkok Utara, menjadi titik awal dari konsep pembangunan tersebut.

Dusun Yucun, kini menjadi kawasan wisata nasional kelas 4A, dikenal akan keindahannya. Namun, empat dekade lalu, sungai tercemar dan pepohonan yang tertutupi debu marak ditemui di wilayah yang sekarang menjadi sangat asri ini.

Bagaimana sebuah desa kecil berhasil mewujudkan transformasi yang luar biasa?

Yucun, titik awal dan model pembangunan ramah lingkungan?

Demi memberantas kemiskinan, Yucun menggerakkan pertumbuhan ekonomi dari sektor pertambangan pada 1990-an. Kendati demikian, sumber kesejahteraan ini ternyata menimbulkan polusi parah.

Pada 2003, Yucun mengakhiri ketergantungannya terhadap “ekonomi pertambangan”, serta berupaya melestarikan ekosistem lokal.

Pada Agustus 2005, langkah ini mendapat apresiasi dari Xi Jinping, yang saat itu menjabat Sekretaris Partai Komunis China, Komite Provinsi Zhejiang.

“Penutupan beberapa lokasi tambang ialah tindakan yang bijaksana. Perairan jernih dan pegunungan rimbun merupakan aset-aset penting,” kata Xi kepada para pejabat setempat dalam sebuah pertemuan, dikutip CGTN dilansir Asiatoday.id, Selasa (18/8/2020).

Pada 2019, Yucun mencatatkan pendapatan bruto sekitar RMB 280 juta (USD40 juta), dan menjadi model pembangunan masyarakat sejahtera di pedesaan Zhejiang.

Evolusi

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Zhejiang Daily pada 2006, Xi memaparkan tiga tahap dalam hubungan pembangunan ramah lingkungan dan pertumbuhan ekonomi.

Pada tahap pertama, masyarakat memperoleh imbal hasil ekonomi dengan mengabaikan pelestarian alam.

Pada tahap kedua, masyarakat mulai menyadari pentingnya pembangunan ramah lingkungan, namun masih mengejar pertumbuhan ekonomi yang pesat.

Pada tahap ketiga, masyarakat sepenuhnya memahami bahwa pembangunan ramah lingkungan mendatangkan “hasil nyata”. Mereka juga menyadari manusia dan alam hanya bisa hidup berdampingan melalui konsep pembangunan ramah lingkungan.

Bukan Hanya Slogan

Pembangunan ramah lingkungan bukan sekadar slogan di China.

Demi mengatasi polusi perairan, China merilis “Rencana Induk untuk Sungai” pada 2016.

Kualitas air di Sungai Yangtze, Sungai Kuning, serta dua sungai penting lain—Sungai Heilongjiang dan Nenjiang—telah meningkat drastis dalam dua tahun terakhir.

Pengendalian lahan berpasir juga menjadi pekerjaan penting bagi China. Pada 2019, studi dari NASA pada 2000 dan 2017 menyimpulkan, China menciptakan seperempat wilayah hijau baru di dunia. Dengan demikian, China menjadi kontributor terbesar di dunia.

Lebih lagi, China menerbitkan serangkaian program nasional untuk menggerakkan pembangunan ekonomi menuju transisi yang ramah lingkungan.

Sederet program ini terdiri atas perumusan mekanisme kompensasi ekologis, perubahan Undang-Undang Pelestarian Alam, penerapan inspeksi terkait lingkungan hidup, serta pengenaan pajak baru untuk pelestarian alam. (AT Network)

tambang