JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Kasus kematian anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Indonesia (WNI) di kapal ikan China terus berulang.
Yang terbaru, jasad Hasan Afriadi asal Lampung, ditemukan membeku di dalam freezer kapal ikan asal negeri China.
Temuan itu didapati setelah aparat gabungan menangkap dua kapal nelayan berbendera China, Lu Huang Yuan Yu 117 dan 118, di perbatasan Indonesia-Singapura, pada Rabu (8 /7/2020).
Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon menyuarakan protes atas kejadian itu.
“Sampai kapan perbudakan di Kapal China? Tak terdengar protes pemerintah Indonesia ke Republik Rakyat China (RRC),” tulis Fadli Zon diakun Twiter dikutip Asiatoday.id, Rabu (8/7/2020).
Ketua DPP PKS Bidang Pekerja Petani Nelayan, Riyono juga menyuarakan protes serupa.
“Kejadian ke 4 kali dalam 2 bulan sangat memilukan. Korban meninggal akibat sakit karena selama di kapal sering mendapat perlakuan tidak manusiawi dari kapten kapal,” kata Riyono dalam keterangan tertulis dikutip Jumat (10/7/2020).
Riyono mengungkapkan, selama bekerja di kapal LU HUANG YUAN YU 118, ABK Indonesia mengalami kekerasan fisik, makanan tidak terjamin dan ABK yang sakit tetap dipaksa bekerja.
“Sudah banyak korban dan berulang dengan pola yang sama, perlakuan yang diterima oleh ABK Indonesia di kapal China tidak berubah,” tambah Riyono
Menurut Riyono, Yadi meninggal akibat pemukulan dari kapten, tendangan yang mengenai dada korban.
“Setelah pemukulan itu Yadi langsung jatuh sakit, ironisnya lagi pada saat sakit Yadi tidak diberi makan, ketika kondisi sudah kritis baru diberi roti dan susu,” kata Riyono.
Akhirnya Yadi meninggal pada saat kapal melakukan operasi penangkapan cumi di perairan Argentina sekitar 2 minggu lalu.
Saat di tangkap ditemukan diatas kapal LU QIAN YUAN YU 118 terdapat 12 orang ABK asal Indonesia yang direkrut oleh 3 agen pemberangkatan ABK di Indonesia.
Ke-12 orang ABK tersebut diberangkatkan oleh perusahaan berbeda yaitu masing-masing oleh PT MTB, PT DMI dan PT MJM. Adapun korban meninggal atas nama Yadi direkrut dan dikirim oleh PT MTB di Tegal.
Seperti diketahui PT MTB tidak memiliki izin operasional yaitu Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) dari Kementerian Perhubungan dan Surat Izin Perusahan Penempatan Pekerja Migran (SP3MI) dari Kementerian Tenaga Kerja.
“Berdasarkan catatan kami, sampai saat ini terdapat 27 orang ABK Indonesia yang menjadi korban dari PT MTB dengan status meninggal, hilang dan selamat. Atas kejadian ini akan menambah daftar korban ABK Indonesia yang direkrut dan dikirim bekerja ke kapal ikan China oleh PT MTB,” jelasnya.
Proses penegakan hukum terhadap pimpinan PT MTB telah dilakukan oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah sejak tanggal 17 Mei 2020 dengan melakukan penahanan kepada Direktur dan Komisaris PT MTB.
“Sejauh ini belum ada perkembangan signifikan atas penanganan sejumlah kasus PT MTB dan bahkan penanganan kasus telah dilimpahkan ke Polres Kota Tegal,” kata Riyono
PKS mendorong Komisi IV DPR RI membentuk Panja/Pansus untuk melakukan investigasi kasus kematian ABK ini. Kapolri juga harusnya memberikan perhatian khusus pada masalah ini karena menyangkut kejahatan perdagangan orang yang menimbulkan kerugian korban jiwa, orang yang hilang dan asal korban dari berbagai provinsi di Indonesia.
PKS meminta Korban TPPO yang diberangkatkan oleh PT MTB bukan dari Tegal dan Jateng saja tapi dari Pematang Siantar, Padang, Magetan, NTB, Lampung dan Jakarta sehingga kasus PT MTB semestinya ditangani oleh Bareskrim.
“Kasus kematian ABK di kapal China yang sudah dilaporkan ke PBB 2 bulan lalu gimana? Terus stop pengiriman ABK oleh Kemenaker serius tidak? Ke mana negara saat rakyat mati di tangan warga asing?” tandas Riyono.
Sementara itu, Kapolres Karimun, Kepulauan Riau, AKB Muhammad Adenan menjelaskan, selain jasad korban juga ditemukan 12 orang WNI di atas Kapal Lu Huang Yuan Yu 117 dan 9 WNI di kapal Lu Huang Yuan Yu 118.
Kedua kapal ini diketahui mencari ikan dan cumi di perairan Indonesia. Adapun jenazah WNI yang disimpan di dalam peti es berada di Kapal Lu Huang Yuan Yu 118.
Setelah penyelidikan ke sesama rekan kerja ABK, korban meninggal pada 20 Juni 2020. Penyebab kematian adalah penyakit paru-paru.
Meski begitu, petugas akan tetap melakukan visum guna memastikan sebab kematian. Saat ditemukan, kondisi jenazah masih berpakaian dan diberi selimut.
“Untuk kedua kapal kini telah dikuasai oleh tim gabungan pengamanan laut. Dua kapal tersebut berdasarkan arahan pimpinan kapal itu kemudian dibawa ke Dermaga Lanal Batam,” tandasnya. (AT Network)