Word Bank: Kualitas Rumah Subsidi di Indonesia Buruk dan Belum Layak Huni

Rumah subsidi di Indonesia. —ist–

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – World Bank menilai perumahan subsidi yang dibangun pemerintah Indonesia belum layak huni. Selama ini, perumahan subsidi cenderung berada di lokasi yang buruk.

Dalam laporan bertajuk The World Bank’s 2020 Indonesia Public Expenditure Review of Government Spending, World Bank menjelaskan bahwa rumah subsidi saat ini gagal memenuhi permintaan perumahan di daerah perkotaan.

Walaupun daerah perkotaan memiliki kebutuhan perumahan yang terbesar, namun 57 persen unit rumah bersubsidi FLPP berlokasi di daerah pedesaan pada 2017. Bahkan jumlahnya meningkat dari 36 persen pada 2016.

“Seperti di Medan, 88 persen unit rumah bersubsidi untuk 2016 dan 2017 berada di lokasi yang berjarak 10 kilometer atau lebih dari pusat kota. Sementara di Surabaya dan Bandung, persentasenya masing-masing sebesar 99 persen dan 98 persen,” papar laporan World Bank itu seperti dikutip Asiatoday.id.

Meskipun lahan di daerah jauh lebih terjangkau dari pusat kota, namun perumahan yang lokasinya buruk justru mengakibatkan biaya jangka panjang yang lebih tinggi bagi masyarakat dan tentunya pemerintah.

“Hal ini dikarenakan biaya lainnya yang terkait seperti transportasi, jarak ke pusat-pusat ekonomi, peningkatan waktu perjalanan, kemacetan, dan kurangnya peningkatan nilai harga rumah,” tulis laporan tersebut.

Selain itu, penelitian telah menunjukkan bahwa perumahan yang berlokasi buruk, dengan akses yang relatif rendah ke layanan umum dan pekerjaan, dikaitkan dengan mobilitas ekonomi antargenerasi yang lebih rendah.

Kualitas Rendah

Dilain pihak, kualitas rumah bersubsidi yang rendah menyebabkan tingkat kekosongan hunian yang tinggi, menambah jumlah rumah tidak layak huni yang sudah tinggi jumlahnya.

Sampel dari 14.393 unit rumah baru yang dibeli dengan subsidi pemerintah menunjukkan bahwa sekitar 36 persen dari semua unit tidak dihuni.

Alasan utamanya adalah karena kondisi infrastruktur (PSU) dasar yang buruk 44 persen, diikuti oleh kualitas konstruksi yang buruk 27 persen, serta kurangnya listrik dan air bersih 17 persen.

Hal ini dikonfirmasi melalui penilaian yang dilakukan pada 2018 oleh Direktorat Perumusan Kebijakan dan Evaluasi dari Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan.

Sebanyak 55,4 persen unit bersubsidi yang dibangun oleh pengembang tidak memenuhi standar minimum konstruksi dan persyaratan infrastruktur seperti yang diatur dalam peraturan subsidi KPR.

“Buruknya kualitas rumah bersubsidi tidak membantu Pemerintah Indonesia untuk memenuhi tujuannya untuk memastikan ‘perumahan untuk semua’. Dana pemerintah dibelanjakan untuk unit perumahan yang tidak memberikan solusi jangka panjang kepada penerima manfaat akan kebutuhan perumahan mereka,” tandas World Bank. (ATN)

Rumah Subsidi