BEIJING, LENTERASULTRA.COM
Untuk pertama kalinya, tiga kapal induk Amerika Serikat melakukan Show Force terbuka dengan menggelar patroli di perairan Indo-Pasifik, Laut China Selatan.
Ketiga kapal induk tersebut adalah USS Theodore Roosevelt, USS Nimitz, dan USS Ronald Reagan. Setiap kapal induk tersebut, masing-masing membawa puluhan jet tempur F-18 dan jika digabungkan jumlahnya mencapai ratusan unit.
Melansir AP sebagaimana dikutip Asiatoday.id, mobilisasi kapal induk Amerika Serikat ini merupakan sebuah pertunjukan terkait kekuatan angkatan laut besar-besaran di suatu wilayah yang bergolak karena meningkatnya ketegangan antara Amerika dan China.
Sejumlah pengamat menilai, aksi ini juga merupakan sinyal bahwa Angkatan Laut AS telah bangkit kembali dari kemunduran akibat serangan pandemi covid-19.
Kegiatan militer yang tidak biasa dari tiga kapal induk AS, yang dikawal belasan kapal perusak berpeluru kendali, muncul sebagai reaksi Washington terhadap tanggapan Beijing atas wabah virus corona, langkahnya untuk memaksakan kontrol yang lebih besar atas Hong Kong, dan kampanye China untuk melakukan militerisasi pulau buatan di Laut China Selatan.
“Ada beberapa indikasi dalam tulisan-tulisan China bahwa Amerika Serikat dihantam keras oleh Covid-19, bahwa kesiapan militer rendah, jadi mungkin ada upaya Amerika Serikat untuk memberi sinyal kepada China bahwa mereka tidak boleh salah perhitungan,” terang Bonnie Glaser, Direktur Proyek Tenaga China di Pusat Studi Strategis dan Internasional kepada AP.
“China pasti akan menggambarkan langkah ini sebagai contoh provokasi AS, dan sebagai bukti bahwa AS adalah sumber ketidakstabilan di kawasan ini,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompoe berencana untuk bertemu dengan pejabat pemerintah China di Hawaii, menurut laporan Politico, mengutip dua sumber yang tak disebutkan namanya.
Seperti diberitakan Reuters, Sabtu (13/6), Politico melaporkan, Pompeo yang mengkritik China tentang berbagai masalah tengah merencanakan perjalanan tersebut dan proses pengaturannya belum selesai.
Departemen Luar Negeri AS dan kedutaan besar China di Washington tidak segera menanggapi permintaan komentar yang dilayangkan Reuters.
Asal tahu saja, hubungan antara negara dengan dua ekonomi terbesar dunia itu memburuk dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan Presiden AS Donald Trump sempat mengancam, dia dapat memutuskan hubungan dengan China.
Bulan lalu, Pompeo mengatakan bahwa China dapat mencegah kematian ratusan ribu orang di seluruh dunia jika lebih transparan tentang virus corona dan menuduh negara tersebut menolak untuk berbagi informasi.
Dia juga mengatakan, rencana China untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong akan menjadi lonceng kematian bagi otonomi bekas jajahan Inggris. (ATN)