JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Pendemi coronavirus (Covid-19) tidak menjadi kendala bagi produsen maupun eksportir komoditas hortikultura di Indonesia, khusus komoditas jamur untuk memenuhi permintaan dalam dan di luar negeri.
Prospek jamur di pasar internasional cukup menjanjikan. Pada 2007, Indonesia masuk dalam lima besar negara eksportir jamur terbesar. Volume ekspornya mencapai 18.000 ton ke Jerman, Rusia, Amerika Serikat dan Jepang.
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi jamur 2019 mengalami kenaikan sebesar 6,5 persen dari tahun sebelumnya.
“Namun produksi tersebut ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan pasar. Ini peluang buat kita,” kata Prihasto, melalui keterangan tertulisnya dikutip Asiatoday.id, yang diterima, Selasa (19/5/2020).
Pada 2018, tingkat konsumsi jamur sebanyak 0,18 kg per kapita per tahun. Dengan jumlah penduduk 265 juta jiwa artinya total konsumsi jamur di Indonesia mencapai hampir 48 ribu ton. Sementara produksinya hanya 31 ribu ton.
“Saya harap para pelaku usaha dapat memanfaatkan peluang pasar tersebut dengan meningkatkan produksi jamurnya. Tak hanya kuantitas, kuantitas juga harus tetap diperhatikan supaya daya saing jamur kita semakin kuat dipasar ekspor,” ujar Prihasto
Keberhasilan ekspor tersebut tidak terlepas dari peran Perusahaan Eka Timur Raya atau dikenal dengan ETIRA yang sukses dalam usaha pengembangan jamur champignon (jamur kancing) dan jamur portabella.
Hasil produksinya tersebut diolah sebagai produk kaleng dan beku kemudian dikemas sesuai dengan permintaan pasar yakni kemasan glass, kaleng atau pouch.
Asisten Direktur ETIRA, Maryono Budi mengungkapkan bahwa sejak awal produksinya berorientasi pada pasar ekspor. Lebih dari 95 persen produknya digunakan untuk memenuhi pasar ekspor.
Namun seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pola makan yang sehat, pihaknya melihat adanya peluang pasar dalam negeri.
“Sehingga dalam lima tahun terkahir ini ETIRA mulai mendistirbusikan jamur kancing segar di lima kota besar yakni adalah Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali. Dengan rata-rata suplainya mencapai 9 ton per hari,” kata Budi.
Sedangkan volume ekspornya, lanjut Budi, rata-rata sebesar 25-30 kotainer per bulan atau setara dengan 525 ton hingga 630 ton per bulan. Hingga kini ekspornya tetap berjalan meskipun tonasenya sedikit menurun karena dampak COVID-19.
“Saat ini volume ekspornya sebesar 20 kontainer per bulan setara dengan 420 ton dengan nilai transaksi sebesar USD740.000,” ujar Budi.
Menurut Budi, competitor eksportir jamur kancing (Agaricus bisporus) terkuat ETIRA adalah dari China dan Eropa. Kedua Negara tersebut merupakan produsen jamur yang sulit disaingi dari segi harga pokok produksi. Namun kualitas dan kontinuitas ETIRA lebih unggul.
“Dari segi harga kita kalah, namun dari segi kualitas dan kontinuitas suplai kami berani diadu,” lanjut Budi bangga. (ATN)