Indonesia Butuh Rp 1.600 Triliun Jaga Stabilitas Ekonomi Saat Pandemi Covid-19

 

Wakil Ketua Kadin Bidang Transportasi dan Logistik Carmelita Hartoto. –ist–

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan paket stimulus senilai Rp405,1 triliun untuk menyelamatkan ekonomi nasional dari dampak pandemi coronavirus (Covid-19).

Namun bagi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, stimulus itu masih terbatas dan belum memberikan dampak signifikan.

Menurut Wakil Ketua Kadin Bidang Transportasi dan Logistik Carmelita Hartoto, Indonesia harus menyiapkan dana sekitar Rp1.600 triliun untuk menjaga stabilitas ekonomi selama 6 bulan ke depan.

Pembagian dana itu harus merata untuk tambahan anggaran kesehatan, perlindungan sosial, program pemulihan ekonomi dan insentif perpajakan dan stimulus KUR.

“Dengan mempertimbangkan kondisi saat ini, anggaran yang dikeluarkan relatif masih lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan yang ada. Kadin Indonesia misalnya, memiliki hitungan anggaran yang dibutuhkan 4 kali lipat lebih besar dari itu,” terang Carmelita melalui keterangan tertulisnya seperti dikutip asiatoday.id,  Minggu (19/4/2020).

Carmelita merinci, dana Rp1.600 triliun untuk 6 bulan kedepan, pembagiannya direncanakan sebanyak Rp600 triliun untuk pendapatan tenaga kerja (gaji), Rp400 triliun untuk fasilitas kesehatan dan kebutuhan sosial, Rp300 triliun untuk pemulihan ekonomi nasional (UMKM), dan Rp300 triliun untuk pemulihan ekonomi nasional (industri padat karya dan strategis).

Dengan anggaran sebesar itu, setidaknya akan mengatur ekspektasi masyarakat dan pasar terhadap pemerintah, bahwa pemerintah memiliki kapasitas likuiditas yang dibutuhkan. Selain itu, anggaran yang besar ini memastikan adanya solusi untuk permasalahan kesehatan.

“Anggaran pemerintah yang lebih besar diharapkan akan membuat sektor transportasi nasional sebagai industri strategis mendapat porsi bantuan, yang cukup untuk sekedar bisa bertahan,” urainya.

Dilain pihak, stimulus untuk sektor transportasi ibarat memulihkan tenaga dan daya tahan tubuh sebuah negara, mengingat transportasi merupakan tulang punggung kegiatan logistik nasional.

Bantuan terhadap transportasi harus menyeluruh pada setiap aspek bisnis transportasi dengan stimulus dari sisi fiskal maupun moneter.

“Dari sisi fiskal misalnya, pembebasan pembayaran PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan penundaan pembayaran Pajak PPH 21 dan 23. Sementara dari sisi moneter, relaksasi pembayaran kewajiban pinjaman kepemilikan kendaraan kepada kreditur, dalam bentuk penundaan pembayaran kewajiban pokok hutang dan/atau bunga selama 6 bulan kedepan terhitung sejak April 2020 dan diskon suku bunga pinjaman,” jelasnya.

Selain itu, dibutuhkan diskon-diskon biaya kepelabuhanan dan kebandaraudaraan dan keringanan persyaratan teknis, seperti dispensasi perpanjangan sertifikat kapal dan crewing selama sertifikat itu bisa ditunda dan tidak membahayakan keselamatan. Yang tidak kalah penting adalah bantuan langsung kepada para sopir moda transportasi jalan.

Carmelita memandang, stimulus bagi sektor transportasi nasional perlu segera direalisasikan mengingat ketahanan bisnis sektor ini sangat rentan dari gejolak.

“Jika kondisi ini masih bekepanjangan dan iklim bisnis belum dapat melakukan pemulihan setahun kedepan, maka akan banyak pelaku usaha transportasi yang gulung tikar,” paparnya.

“Bantuan bagi sektor transportasi juga tidak boleh diartikan semata-mata menyelamatkan perusahaan, tapi juga hajat hidup pekerja yang hidup dari sektor ini. Jutaan orang terancam sumber nafkahnya, baik di moda transportasi darat, laut dan udara jika perusahaan mereka kolaps,” tambahnya.

Dikatakan, cukup atau tidaknya besaran anggaran yang disiapkan akan sangat bergantung efektifitas penggunaannya. Apalagi pandemi Covid-19 ini dampaknya sangat luas, cepat dan tidak terduga sebelumnya.

Carmelita mengusulkan, agar anggaran ini efektif, harus tercipta koordinasi kebijakan yang apik untuk memastikan alokasi anggaran tepat sasaran dan inklusif. Sinkronisasi kebijakan dari seluruh stakeholder merupakan kunci efektifitas anggaran yang disiapkan. Pemerintah pusat dan daerah harus harus segendang sepenarian.

Begitu juga dukungan instansi dan lembaga teknis, seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

“Hitungan kebutuhan anggaran Rp1.600 merupakan angka ideal, jika alokasinya tepat, khususnya ketepatan memberikan bantuan bagi para pekerja informal dan pelaku UMKM di setiap daerah yang paling rentan dalam situasi ini,” imbuhnya.

Dengan demikian, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dapat berjalan optimal dengan kondusif, mengingat masyarakat terdampak telah terpenuhi kebutuhan dasarnya melalui bantuan pemerintah.

“Kecepatan dan ketepatan dalam mengambil kebijakan merupakan kunci untuk menekan pandemi Covid-19 ini. Sebab kita tidak punya banyak waktu dan tidak boleh salah langkah hadapi pandemi ini,” tandasnya. (ATN)

ekonomi