Efek Covid-19, Dunia Usaha di Indonesia Berguguran

 

Bank Indonesia. –ist–

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM– Bank Indonesia (BI) melaporkan kegiatan dunia usaha pada kuartal I-2020 mengalami penurunan.

Hal ini tercermin dari nilai saldo bersih tertimbang (SBT) pada kuartal I-2020 sebesar minus 5,56 persen, anjlok bila dibandingkan dengan capaian SBT pada kuartal IV-2019 sebesar 7,79 persen.

Mengutip Asiatoday.id, turunnya kegiatan usaha terjadi pada sejumlah sektor ekonomi seperti sektor industri pengolahan (minus 3,60 persen); perdagangan, hotel, dan restoran (minus 3,04 persen); pertambangan (minus 0,62 persen); pengangkutan dan komunikasi (minus 0,53 persen); serta sektor konstruksi (minus 0,08 persen).

Sementara sektor yang mengalami perlambatan antara lain sektor listrik, gas dan air bersih; sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa.

“Penurunan realisasi kegiatan usaha tersebut antara lain disebabkan dampak covid-19 di tengah kondisi cuaca yang kurang mendukung aktivitas sejumlah sektor seperti pertambangan dan konstruksi,” demikian keterangan tertulis Bank Indonesia di Jakarta, Senin (13/4/2020).

Sejalan dengan kinerja kegiatan usaha, kapasitas produksi terpakai dan penggunaan tenaga kerja tercatat lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya. Pada kuartal I-2020 kapasitas produksi terpakai tercatat sebesar 74,09 persen, lebih rendah dibandingkan 74,41 persen pada kuartal IV-2019.

Kapasitas produksi terpakai tertinggi terdapat pada sektor listrik, gas, dan air bersih (77,99 persen). Sementara itu, penggunaan kapasitas produksi terendah terjadi pada sektor sektor industri pengolahan (71,79 persen) dan sektor pertambangan dan penggalian (71,81 persen).

“Rendahnya kapasitas produksi terpakai sektor industri pengolahan tidak terlepas dari dampak covid-19 yang menghambat pasokan dan mendorong penurunan permintaan, serta sektor pertambangan dan penggalian seiring dengan meningkatnya curah hujan yang mengganggu operasi tambang di sejumlah wilayah tambang utama di Indonesia,” jelas BI.

Sementara itu kondisi keuangan dunia usaha dari aspek likuiditas masih cukup baik meski mengalami penurunan, hal ini tercermin dari kondisi likuiditas perusahaan yang disurvei berdasarkan saldo bersih (SB). SB likuiditas perusahaan pada kuartal I-2020 sebesar 14,94 persen, menurun dari 24,17 persen pada kuartal sebelumnya.

Sedangkan kemampuan perusahaan untuk mencetak laba (rentabilitas) pada kuartal I-2020 juga menurun dengan SB sebesar 11,53 persen dari 23,24 persen pada kuartal sebelumnya. Dari aspek kemudahan akses kredit perbankan, responden menilai akses kredit pada kuartal I-2020 relatif normal.

Pada kuartal II-2020, responden memprakirakan kegiatan usaha akan meningkat dengan SBT sebesar 2,13 persen. Berdasarkan sektor ekonomi, diprakirakan peningkatan kegiatan usaha terutama terjadi pada sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan (SBT 1,57 persen meningkat dari 0,40 persen dari periode sebelumnya) seiring dengan masih berlangsungnya panen padi di beberapa daerah.

Kegiatan usaha sektor jasa-jasa juga diproyeksi mengalami peningkatan cukup signifikan pada kuartal II-2020. Hal tersebut tercermin dari SBT kegiatan usaha sektor jasa-jasa pada kuartal II-2020 sebesar 1,32 persen, meningkat dari 0,59 persen pada kuartal I-2020.

Peningkatan sektor jasa-jasa yang cukup signifikan disumbang dari subsektor administrasi pemerintahan dan pertahanan seiring rangkaian kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam rangka penanggulangan covid-19.

“Naiknya perkirakan kegiatan usaha juga berdampak pada tingkat penggunaan tenaga kerja yang diprakirakan meningkat dengan SBT sebesar 0,28 persen, lebih tinggi dibandingkan 0,14 persen pada kuartal I-2020,” tutup Bank Indonesia.

Industri Pengolahan Lumpuh

Bank Indonesia juga melaporkan, Kinerja sektor industri pengolahan pada kuartal I-2020 mengalami penurunan.

Hal tersebut tercermin dari Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia yang berada dalam fase kontraksi dengan indeks sebesar 45,64 persen.

Indeks PMI kuartal I-2020 itu ambles bila dibandingkan indeks pada kuartal IV-2019 yang sebesar 51,50 persen. Pun demikian bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya dengan indeks PMI sebesar 52,65 persen.

“Penurunan terjadi pada seluruh komponen pembentuk PMI Bank Indonesia dengan penurunan terdalam pada komponen volume produksi, disebabkan penurunan permintaan dan gangguan pasokan akibat covid-19,” jelas BI.

Adapun komponen volume produksi terjadi kontraksi sebesar 43,1 persen setelah dalam dua tahun terakhir mengalami ekspansi.

Fase kontraksi pada komponen ini diprakirakan masih berlanjut di kuartal mendatang sebesar 47,59 persen meskipun membaik dari kuartal I-2020, seiring dengan volume pesanan barang input yang meningkat pada kuartal II-2020.

“Secara sektoral, hampir seluruh subsektor mencatatkan kontraksi pada kuartal I-2020. Kecuali subsektor makanan, minuman, dan tembakau,” jelas BI.

Pada kuartal I-2020, indeks subsektor makanan, minuman, dan tembakau berada pada level 50,44 persen. Angka itu tetap ekspansi meskipun lebih rendah dari 52,47 persen pada kuartal sebelumnya maupun 52,19 persen pada kuartal I-2019.

Sedangkan pada berbagai subsektor lainnya terindikasi mengalami kontraksi dengan kontraksi terdalam dialami subsektor logam dasar, besi, dan baja (36,89 persen). Diikuti subsektor semen dan barang galian non logam (40,26 persen) serta alat angkut, mesin, dan peralatannya (41,28 persen).

Pada kuartal II-2020, kinerja sektor industri pengolahan diprakirakan sedikit membaik meskipun masih berada pada fase kontraksi. PMI Bank Indonesia pada kuartal II-2020 diprakirakan sebesar 48,79 persen, meningkat dari 45,64 persen pada kuartal I-2020.

“Perbaikan terutama disebabkan oleh ekspansi volume pesanan barang input dan volume persediaan barang jadi. Sementara itu, volume produksi dan penggunaan tenaga kerja juga membaik meskipun kedua komponen tersebut masih berada pada fase kontraksi,” tutup Bank Indonesia. (AT Network)

Dunia Usaha