JAKARTA, LENTERASULTRA.COM– Ombudsman RI melontarkan kritik keras terhadap Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba), khususnya terkait dengan sentralisasi perizinan tambang mineral dan batubara.
Pasalnya, RUU Minerba tersebut lebih melindungi kepentingan pebisnis asing dibanding masa depan generasi Indonesi.
Karena itu, DPR RI didesak untuk mengkaji kembali dan sebaiknya membatalkan RUU tersebut.
“Karena jika sentralisasi perizinan tambang mineral dan batubara itu diwujudkan, maka bertentangan dengan sejumlah prinsip dasar pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang berwawasan lingkungan,” tegas Anggota Ombudsman La Ode Ida, sebagaimana keterangannya dikutip Asiatoday.id, Jumat (14/2/2020).
Mantan Wakil Ketua DPD RI ini memandang, sentralisasi perizinan tambang mineral dan batubara bertentangan dengan hak-hak sosial ekonomi masyarakat lokal sekaligus bertentangan dengan prinsip desentralisasi sebagai bagian dari agenda reformasi di negara ini.
La Ode Ida menduga, usulan dalam RUU Minerba itu merupakan kolaborasi kepentingan dua pihak untuk mengeksploitasi dan menghancurkan Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia.
“Kedua pihak itu adalah aktor-aktor tertentu yang berkuasa di jajaran Pemerintah Pusat dan para pebisnis besar termasuk pemodal asing seperti yang sudah menjadi kecenderungan dalam beberapa tahun terakhir ini,” tandasnya.
Menurut Ida, apabila sentralisasi perizinan tambang minerba dilakukan, para pemodal tak perlu repot berurusan dalam berinvestasi mengeruk SDA untuk memperkaya diri, tapi cukup berurusan dan memperoleh selembar kertas dari pejabat terkait di DKI Jakarta.
Oleh sebab itu, faktor kelestarian lingkungan berpotensi terabaikan, hak-hak masyarakat lokal dan kewenangan pemerintah daerah (Pemda), seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda pun niscaya tidak berguna lagi.
“Padahal seharusnya suatu kebijakan mempertimbangkan masa depan generasi mendatang, di mana kandungan SDA sejatinya menjadi modal atau sumber kehidupan mereka nantinya,” kata La Ode Ida.
Secara khusus, dia meminta para anggota DPR RI dan juga anggota DPD RI untuk menolak substansi RUU Minerba yang akan meniadakan hak-hak rakyat.
“Jangan hanya karena alasan investasi, sehingga banyak pihak yang terancam kehilangan hak, menghilangkan modal generasi mendatang, dan berbagai dampak negatif lainnya,” ujar La Ode.
“Sebuah produk hukum ketika ingin dibahas, harus lah berdasarkan pertimbangan yang lebih komprehensif dan tidak dipaksakan berdasarkan kepentingan kelompok penguasa tertentu,” tambahnya.
Sebelumnya, DPR RI dan pemerintah akhirnya mengesahkan Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba). Ketua dan anggota Panja terdiri atas 26 orang perwakilan Komisi VII DPR dengan diketuai oleh Bambang Wuryanto dari Fraksi PDI Perjuangan.
Sedangkan wakil dari pemerintah berjumlah 60 orang yang diketuai oleh Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono.
Panja tersebut, nantinya membahas mengenai Daftar Isian Masalah (DIM) dari RUU Minerba yang sudah dibuat oleh pemerintah. DPR menargetkan kerja Panja ini selesai pada Agustus tahun 2020.
Total masalah yang terinventarisasi dalam RUU Minerba berjumlah 938. Dari jumlah masalah tersebut, pemerintah mengusulkan dua bab baru, pengubahan 85 pasal, dan 36 pasal baru. Dengan begitu, total pasal yang diusulkan pada rancangan UU Minerba sebanyak 121 pasal atau 69 persen dari total pasal UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009.
Terdapat 13 isu utama di dalam revisi UU Minerba, yakni penyelesaian permasalahan antarsektor, penguatan konsep wilayah pertambangan, memperkuat peningkatan nilai tambah, dan mendorong kegiatan eksplorasi untuk penemuan deposit minerba.
Isu lainnya a.l. terkait pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan, luas wilayah perizinan pertambangan, jangka waktu Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Khusus dan mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi dan UU Nomor 23 Tahun 2014.
Masalah lainnya termasuk penguatan peran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan kepada Pemda, penguatan peran BUMN, kelanjutan operasi Kontak Karya/PKP2B menjadi IUPK, Izin Pertambangan Rakyat, dan tersedianya rencana pengelolaan minerba nasional. (ATN)