KENDARI, LENTERASULTRA.COM- Perkara dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit (RS) Pendidikan Universitas Halu Oleo (UHO) sudah tuntas disidangkan di Pengadilan Tindak pidana korupsi (Tipikor) Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Dua terdakwa yang lebih dulu digiring dalam kasus tersebut yakni, Edy Rachmad Widianto dan Sawaluddin terbukti bersalah merugikan negara sekitar Rp 14 Miliar lebih.
Vonis terhadap Direktur Utama (Dirut) PT Jasa Bhakti Nusantara (JBN) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mega proyek RS Pendidikan UHO itu sudah lama diputuskan majelis hakim Pengadilan Tipikor. Kedua terdakwa diputus dengan hukuman yang berbeda-beda. Kata Kepala Seksi Intelejen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendari, Wilman Renaldi, SH, untuk terdakwa Edy, majelis hakim menjatuhkan vonis 6 tahun penjara sementara PPK nya, Sawaluddin diterungku selama empat tahun.
“Yang pertama putus terdakwa Edy. Setelah itu menyusul terdakwa Sawaluddin. Dua putusan ini sudah inkrah karena terdakwa dan jaksa sudah menerima vonis tersebut,” kata Wilman Renaldi. Jaksa yang akan segera bertugas di Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan ini menambahkan, khusus putusan terdakwa Edy, majelis hakim menjatuhkan vonis yang lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). “Tuntutan JPU saat itu delapan tahun penjara, dan divonis enam tahun penjara di Pengadilan Tipikor,” sambungnya.
Putusan yang lebih ringan tersebut, ternyata tidak didiamkan oleh JPU. Kurang lebih sepekan setelah vonis keluar dari Pengadilan Tipikor, jaksa dari Kejari Kendari melakukan upaya banding. Hasilnya, majelis hakim di tingkat Pengadilan Tinggi Sultra, memberi putusan menguatkan vonis hakim di tingkat pertama. JPU pun akhirnya menerima keputusan upaya banding tersebut. Sementara terdakwa Sawaluddin, meski vonisnya lebih ringan dari tuntutan jaksa, JPU tidak melakukan upaya banding dan menerima hukuman empat tahun penjara kepada mantan kepala biro akademik dan kemahasiswaan UHO ini. “Tuntutannya enam tahun penjara. Tidak dilakukan banding,” kata Wilman.
Sekedar diketahui, perkara dugaan korupsi Pembangunan RS Pendidikan Universitas Halu Oleo (UHO) mulai diusut Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra tahun 2017 lalu. Maret 2018, penyidik dari Kejati lebih menetapkan Edy, Direktur sekaligus rekanan proyek RS UHO. Beberapa bulan kemudian ditahan yang sama, penyidik Kejati menyusul menetapkan Sawaluddin sebagai tersangka.
Saat kasus ini bergulir di Pengadilan Tipikor Kendari September 2019 lalu, beberapa saksi dihadirkan. Diantaranya, mantan Rektor UHO, Prof. Usman Rianse, Bambang, manajer proyek pembangunan RS UHO serta Dr Sawaluddin, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dalam sidang tersebut, banyak fakta menarik yang terungkap. Salah satunya adalah, proses pencairan dana yang tidak sesuai progres. Bayangkan, meski bobot pekerjaan hanya mencapai 33,730 persen hingga akhir kontrak 31 Desember 2014, namun anggaran yang dikucurkan sudah mencapai 100 persen atau sebesar Rp 43,9 Milyar termasuk pajak.
Anggaran tersebut masuk melalui rekening PT JBN di Bank Mandiri TBK cabang Sulawesi. Proses pencairannya, dalam empat tahap. Rinciannya sesuai tanggal SP2D (surat perintah pembayaran dana), tahap pertama tanggal 8 Desember, uang muka sebesar Rp 8,7 M, tahap kedua tanggal 2 Desember 2014 berupa termin pertama sebesar Rp 8,7 M, tahap ketiga tanggal 8 Desember termin kedua sebanyak Rp 8,7 M, tahap keempat tanggal 19 Desember, pembayaran termin ketiga dan keempat serta retensi 5 persen sebesar Rp 17,5 Milyar.
“Pencairan dari pekerjaan itu (pembangunan RS UHO) memang tidak sesuai progres. Itulah yang menyebabkan kerugian negara sekitar 14 Milyar lebih,” kata Tenriawaru, SH.,MH, jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara tersebut, usai sidang pemeriksaan saksi saat itu.
Penulis : Adhi