JAKARTA, LENTERASULTRA.COM– Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan, tahun ini investasi di sektor mineral dan batubara (Minerba) bisa mencapai USD7,7 miliar atau sekitar Rp105,5 triliun.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyebut target tersebut meningkat 18 persen persen dari realisasi investasi 2019 karena banyaknya proyek pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
Dikutip dari Asiatoday.id, tahun 2019, realisasi investasi sektor minerba mencapai USD6,5 miliar atau 105 persen dari target investasi yang sudah dipatok Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) sebesar USD6,1 miliar.
“Tahun ini, target kami masih USD7,7 miliar, karena ini yang terbesar adalah dari IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus). IUPK ini untuk pabrik-pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter),” jelas Bambang dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Menurut Bambang, peningkatan investasi akan berlanjut hingga tahun 2021, namun tren tersebut akan turun setelahnya, karena proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian smelter yang sudah rampung.
“Pada tahun 2021 target kami turun menjadi USD5,6 miliar kemudian 2022 USD4,3 miliar, kemudian 2023 turun karena pembangunan smelter sudah mulai berkurang,” urainya.
Bambang mengungkapkan, kontribusi Izin Usaha Pertambangan (IUP) daerah untuk investasi juga cukup besar pada tahun ini, dengan nilai mencapai USD988 juta atau sekitar Rp13,5 triliun. Jumlah IUP daerah dan provinsi mencapai 3.100.
Target tersebut dipicu rencana PT Bukit Asam Tbk yang yang bakal melakukan hilirisasi untuk produksi Dimethyl Ether atau DME. Proyek tersebut diperkirakan bakal menyumbang investasi cukup besar pada 2021.
“Nilai investasi sektor minerba masih didominasi oleh sektor hilir, sementara nilai investasi terkait eksplorasi tambang sendiri tak begitu besar,” ujarnya.
Menurut Bambang, hal tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah untuk bisa menciptakan iklim investasi khususnya dalam kegiatan eksplorasi agar lebih menarik bagi para investor. Apalagi, nilai eksplorasi sendiri sangat dipengaruhi oleh harga logam.
“Dibandingkan dengan pertambangan global, Indonesia tergolong kecil. Perkembangan investasi ini dipengaruhi harga logam. Dilihat, global non exploration budget dipengaruhi harga daripada logam,” tandasnya. (ATN)