JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Penegakkan hukum di Indonesia jadi sorotan, menyusul banyaknya pelanggaran hukum dan perbuatan amoral yang melibatkan hakim.
Sepanjang 2019, Komisi Yudisial (KY) setidaknya menjatuhkan rekomendasi sanksi kepada 130 hakim yang didominasi sanksi ringan karena terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)
Pelanggaran paling banyak berupa pelanggaran hukum acara sebanyak 79 hakim, perilaku murni sebanyak 33 hakim, dan pelanggaran administrasi sebanyak 18 hakim.
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Sukma Violetta mengatakan, penjatuhan sanksi ini berdasarkan hasil pemeriksaan dan Sidang Pleno oleh Anggota KY.
Selama periode tersebut, KY telah melaksanakan penanganan lanjutan terhadap 478 register terdiri atas 98 register tahun 2019 dan di bawah 2019 ada 380 register. Khusus register di tahun 2019, ada sebanyak 71 register selesai di bawah waktu 60 hari.
Hal itu diputus dalam Sidang Pleno dengan hasil, yaitu, 83 laporan terbukti dan 395 laporan tidak terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
“Rekomendasi sanksi ini selanjutnya disampaikan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk implementasi pelaksanaan sanksinya,” terang Sukma dalam keterangan tertulis dikutip dari Asia Today.id, Kamis (26/12/2019).
Adapun proses penanganan dilakukan melalui pemeriksaan terhadap berbagai pihak yang dilengkapi dengan pembuatan BAP, mengumpulkan bukti-bukti yang detail sebelum memeriksa hakim dan mengenakan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan.
Hakim yang terbukti melanggar KEPPH diberikan sanksi sesuai pelanggaran yang dilakukan, dengan rincian, 91 hakim dijatuhi sanksi ringan, 31 hakim dijatuhi sanksi sedang, dan 8 hakim dijatuhi sanksi berat.
Sanksi ringan berupa pernyataan tidak puas secara tertulis untuk 38 hakim, teguran lisan untuk 18 hakim, dan teguran tertulis untuk 35 hakim.
Sementara rincian sanksi sedang, yaitu hakim nonpalu selama dua bulan untuk 2 hakim, hakim nonpalu selama tiga bulan untuk 1 hakim, hakim nonpalu selama enam bulan untuk 6 hakim, penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun untuk 14 hakim, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun terhadap 4 hakim, penundaan kenaikan gaji berkala selama 6 bulan untuk 1 hakim, dan penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala selama satu tahun untuk 3 hakim.
Untuk sanksi berat, KY memutuskan pemberhentian dengan hak pensiun untuk 2 hakim, pemberhentian tidak dengan hormat untuk 4 hakim, dan hakim nonpalu selama dua tahun untuk 2 hakim.
Kendati demikian Sukma menyayangkan, pelaksanaan pengenaan sanksi KY ini seringkali terhambat karena MA tidak sepenuhnya menindaklanjuti putusan sanksi KY ini dan adanya tumpang tindih tugas.
“Dari 130 putusan, MA hanya menindaklanjuti 10 usulan sanksi hakim. Sementara terhadap 62 usulan sanksi, MA memutuskan tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan teknis yudisial,” katanya.
Adapun 6 usulan sanksi, sampai saat ini belum mendapat respon dari MA tentang bagaimana pelaksanaan riil dari sanksi tersebut. Untuk 52 putusan yang tersisa, KY masih melakukan proses minutasi putusan.
Pelanggaran hukum acara adalah jenis pelanggaran kode etik terbanyak yang dilakukan, yaitu berupa, tidak cermat dalam membuat putusan, mengabaikan bukti, melanggar asas sederhana, cepat dan biaya ringan, dan lainnya.
Pelanggaran kode etik lainnya adalah perilaku murni seperti: berpihak, berkomunikasi dengan pihak berperkara, suap/gratifikasi, selingkuh, dan berkata tidak pantas. Pelanggaran administrasi juga banyak dilakukan oleh hakim terlapor seperti salah memasukkan saksi, tidak cermat dalam membuat putusan, dan lainnya.
Hakim yang paling banyak dijatuhi sanksi berasal DKI Jakarta (30 hakim). Kemudian lima provinsi di bawahnya yaitu Sumatera Utara (18 hakim), Riau (16 hakim), Sulawesi Selatan (11 Hakim), Bali (9 hakim), dan Jawa Timur (8 hakim).
“Sanksi ini diharapkan dapat dijadikan pembelajaran oleh hakim terlapor agar dapat menjaga kemuliaan profesinya. KY berkomitmen untuk selalu menegakkan pelaksanaan KEPPH demi terwujudnya peradilan bersih dan agung,” tandasnya. (AT Network)