JAKARTA, LENERASULTRA.COM – Sebuah rekor bersejarah ditorehkan oleh Naila Novaranti, pelatih sekaligus penerjun payung dunia dari Indonesia.
Tepat pada hari Kamis 5 Desember 2019, peraih predikat “Women of The Year 2019” ini sukses menjalankan misinya melakukan terjun payung di benua antartika. Aksi Naila itu merupakan rangkaian dari misinya dalam menaklukan 7 benua di Dunia dengan Terjun Payung.
Benua Antartika atau wilayah Kutub Selatan Bumi yang dikenal selama ini tercatat sebagai salah satu tempat yang paling ekstrem di dunia. Selain tak berpenduduk tetap dan aksesnya yang sulit, Antartika hanya dikunjungi bagi yang berkepentingan seperti para peneliti atau ilmuwan, penjelajah, pendaki gunung dan juga wisatawan petualang.
Meski lokasinya berbahaya, Naila berhasil melakukan aksi terjun payung tepat di atas Kutub Selatan Bumi sambil mengibarkan Bendera Merah Putih di Benua Antartika dari ketinggian 13.500 kaki (4.114 m). Sebelum aksi ini, pada 16 November 2018 lalu, Naila juga pernah berhasil menaklukan ketinggian Gunung Everst, di Nepal.
“Alhamdulillah dan bersyukur menjadi wanita Indonesia pertama dan tercepat di Dunia dengan terjun payung ke-7 Benua,” ujar Naila Novaranti saat di Jakarta, disitat dalam catatan tertulisnya seperti dikutip AsiaToday.id Sabtu (13/12/2019).
Menurut Naila, aksinya kali ini banyak menghadapi tantangan, mulai dari cuaca yang sangat dingin, lokasi yang bahayanya tapi tak terlihat serta masalah dropping zone atau tempat mendarat. Ia mengungkapkan antara seluruh daratan Antartika itu tertutup es sehingga sulit mengetahui ketebalan lapisan es yang akan didarati.
“Antartika itu tertutup es, jika salah keputusan menghitung angin dan ketepatan mendarat salah, bisa membuat saya terperosok ke dalam longsoran lapisan tipis es yang sangat tajam berjurang terjal,” terang wanita beranak 3 ini.
Di Antartika, Naila menggunakan parasut yang berbeda dari biasanya yaitu parasut yang ukurannya bisa diperbesar, untuk menghadapi udara yang sangat tipis. Selain itu, penerjunan juga menggunakan pesawat De Haviland DHC-6 Twin Otter bermesin ganda bernama ILYUSHIN 1992. Pesawat dilengkapi skid pendarat untuk pendaratan di wilayah beriklim salju.
“Ini pengalaman yang luar biasa sebagai penerjun payung dan saya merasa bangga,” jelas Naila.
Kutub Selatan atau Antartika yang menjadi lokasi penerjunan bagi Naila Novaranti adalah wilayah yang sangat jarang dikunjungi oleh manusia. Jumlah penduduk tetap tidak tercatat di Kutub Selatan tersebut. Tidak hanya disebabkan oleh suhu yang sangat dingin, namun akses yang sangat sulit membuat orang urung tinggal menetap di Antartika apalagi Iklimnya yang extrim .
Meski begitu, Naila akhirnya bisa menyelesaikan misinya disana hanya dengan beberapa hari saja untuk bisa sampai ke lokasi Antartika. (ATN)