Baru Disosialisasikan, Pajak Sarang Burung Walet Sudah Diributkan

Sosialisasi Perda Nomor 4 Tahun 2018 tentang pajak sarang burung walet di Kantor Bupati Bombana Kamis (14/11/2019) Foto- Adhi

BOMBANA, LENTERASULTRA.COM- Sosialisasi Peraturan daerah nomor 4 tahun 2018 tentang pajak sarang burung walet di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra) berjalan “panas”. Sejumlah masyarakat dan pengusaha sarang burung walet yang dihadirkan di auditorium Kantor Bupati Bombana, ramai-ramai melayangkan protes karena merasa tidak dilibatkan dan terbebani dengan ketetapan tersebut.

Tidak hanya itu, sebagian warga dan Kepala Desa yang hadir, kompak meninggalkan tempat, saat sosialisasi sedang berlangsung, Kamis (14/11/2019). Pemandangan seperti itu mulai terlihat, saat moderator membuka prosesi tanya jawab antara masyarakat dengan Pemda yang diwakili Kepala Bidang pendataan, penetapan pajak dan retribusi Daerah, Badan Keuangan Daerah (BKD) Bombana, Andi Indra serta Kepala Bagian Hukum, Syahrial.

Protes pertama dilayangkan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Bombana, Agustamin Saleko. Menurutnya, Perda pajak sarang burung walet merupakan akal-akal yang dibuat Pemerintah daerah. “Darimana rujukannya membuat perda dan menentukan besaran pajak sebesar 10 persen,” tanya Agus -sapaan akrabnya-. Selain itu, ketua KNPI ini juga mempertanyakan apa yang sudah dilakukan Pemda Bombana terhadap pengusaha sarang burung walet sehingga langsung melakukan keputusan sepihak dengan meminta pajak sebesar 10 persen.

Kepala Bidang Pendataan BKD Andi Indra saat memaparkan Perda nomor 4 Tahun 2018

“kalau PDAM d buatkan sarana perpipaannya sampai ke rumah penduduk. Setelah itu, air didistribusi ke dalam rumah dan pemakaiannya dibayar. Kalau usaha sarang burung walet, apa Pemda membantu permodalan. Kalau tidak, jangan seenaknya tarik pajak. Kita harus liat aspek kemanusiaan dan keadilannya. Selain itu, acara sosialisasi ini dipaksakan karena, baru disosialisasikan setelah diundangkan,” kata Agustamin, disambut aplaus dari peserta sosialisasi.

Haji Helmi, Kepala Desa Muleno, Kecamatan Poleang Timur juga berteriak dengan rencana penerapan pajak sarang burung walet. Katanya, Pemda Bombana memakai jurus mabok dalam menyusun Perda nomor 4 tahun 2018 itu. “Acara ini bukan sosialisasi tapi pemaksaan. Kalau mau sengsarakan rakyat boleh terapkan aturan ini,” kesalnya.

Haji Helmi pun meminta agar rencana menerapkan peraturan tersebut dibatalkan dan dilakukan sosialisasi ulang. Usai Haji Helmi dan Agustami. Saleko melayangkan protes, sejumlah undangan pun ramai-ramai angkat tangan ingin menyampaikan protes. Kondisi ini sempat membuat moderator kebingungan dan forum sosialisasi tidak terarah. Sebab, peserta yang dipersilakan bertanya bukan lagi yang diarahkan moderator tapi mereka yang lebih dulu mendapatkan mikrofon atau alat pengeras suara.

Berbagai sanggahan peserta sosialisasi itu dijawab bergantian Kepala Bidang Pendataan BKD Andi Indra dan Kabag Hukum, Pemda, Syahrial.
Persoalan Perda misalnya, menurut Syahrial, meski penyusunan produk hukum itu bukan dikepemimpinannya, namun Syahrial yang baru didefenitifkan sebagai Kabag Hukum, 11 November lalu memastikan jika Perda nomor 4 tahun 2018 sudah melalui tahapan dan sudah disepakati bersama DPRD dan Pemda. Terkait bagaimana proses pembahasannya sehingga pajak dipatok 10 persen, Syahrial mengaku belum mengetahui pasti. Begitu juga dengan anggapan belum tersosialisasi, menurut Syahrial, sebelum di Perdakan dan masih sebatas rancangan, dia memastikan jika produk hukum tersebut sudah disosialisasikan dengan baik.

Sementara Andi Indra mengatakan, pajak 10 persen itu hanya dibebankan kepada pengusaha sarang burung walet yang sudah berhasil. “Kami tidak mungkin menuntut yang tidak ada hasilnya,” katanya. Andi Indra juga paham, jika pendirian sarang burung walet itu tidak langsung berhasil setelah dibangun. Tapi membutuhkan waktu satu sampai tiga tahun baru bisa berhasil.

Sejumlah peserta sosialisasi Perda nomor 4 Tahun 2018, bergegas meninggalkan aula kantor Bupati Bombana saat sosialisasi sedang berlangsung. Foto- Adhi

Meski begitu, dia meminta kesadaran para pengusaha burung walet yang sudah berhasil, bahwa mulai tahun 2020 sudah diberlakukan pajak sarang walet. Andi Indra juga menjawab apa timbal balik yang didapat pengusaha dari pembayaran pajak tersebut? Kata Andi Indra, pihaknya akan mengupayakan bimbingan dan pelatihan budidaya walet sehingga pelaku usaha, bisa menerima manfaat dari apa yang telah dikontribusikan kepada daerah.

Menjelang acara sosialisasi diskorsing sekitar pukul 13.30 WITA, sejumlah peserta sosialisasi terlihat meninggalkan auditorium kantor Bupati. Hal ini dipicu adu argumen antara Heryanto, staf ahli Bupati dengan salah satu peserta sosialisasi bernama Basri. Saat diberi kesempatan berbicara dari medarator, Basri meminta solusi riil dari narasumber yakni Kabag Hukum dan Kabid Pendataan BKD, karena semua masyarakat menolak Perda sarang burung walet. Jika Pemda tidak mampu memberikan solusi, Basri beranggapan tidak ada gunanya dilakukan sosialisasi dan mengajak beberapa peserta  meninggalkan auditorium kantor Bupati.

Belum mendapat jawaban dari narasumber, Heryanto tiba tiba mendatangi meja moderator dan narasumber lalu mengamb mikrofon. Mantan anggota DPRD Bombana ini sepertinya ikut terpancing dengan pernyataan Basri yang mengancam keluar ruangan. Heryanto pun mempersilahkan Basri dan beberapa peserta untuk keluar. “Keluar, keluar jika ingin keluar,” kata Heryanto. Beberapa undangan pun memilih meninggalkan ruang sosialisasi Perda nomor 4 tahun 2018. Sementara sebagian besar peserta memilih bertahan. Melihat suasana acara sudah tidak kondusif, moderator kemudian memutuskan menskorsing pelaksanaan sosialisasi dan dilanjutkan setelah makan siang. Namun hingga ishoma selesai, sosialisasi Perda ini tidak dilanjutkan tapi langsung ditutup.

Penulis : Adhi

Berita BombanaSarang Burung Waletsosialisasi Perda sarang burung walet