KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Aldi (30), Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo (UHO), membuktikan bahwa kondisi keluarga tak jadi penghalang untuk meraih pendidikan tinggi dan prestasi.
Aldi, Ayah 1 Anak Asal Desa Kohiri, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara ini berhasil Lulus pascasarjana 2019 dengan predikat cumlaude dari Universitas Halu Oleo dengan IPK 3.93.
Ia juga berhasil menyelesaikan masa studi normal dalam waktu 24 bulan. Ini merupakan prestasi yang sangat membanggakan, terlebih dia hanyalah buruh bongkar muat pelabuhan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
“Perasaan dapat prestasi tersebut sangat bahagia dan bangga. Karena tentu tidak lepas dari kegigihan dan kerja saya selama menempuh studi, meskipun saya membagi waktu antara kuliah, kerja dan membagi waktu dengan keluarga kecilku”, kata Aldi saat di wawancarai jurnalis Lenterasultra.com di Kendari, Rabu, (30/10/2019).
Ia juga bisa dibilang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ayahnya, La Ngkaelalo hanyalah seorang petani. Sementara ibunya, Wa Nurudi hanyalah seorang ibu rumah tangga. Saat ini, dia sudah berkeluarga. Istrinya, Hermina hanyalah ibu rumah tangga dengan 1 anak, Arka Qodri Ramadan.
Perjuangan Aldi melanjutkan pendidikan bukanlah dari beasiswa melainkan dari uang pribadi. Untuk biaya pendidikan, ia rela menjadi buruh bongkar muat di salah satu pelabuhan kota Kendari.
“Pekerjaan saat ini masih sebagai anggota serikat buruh bongkar muat pelabuhan Kendari (SBBMPK). Saya lanjut S2 biaya pribadi, dimana biaya tersebut saya peroleh dari hasil kerja di pelabuhan”, tuturnya.
Hal yang menjadi penyemangat Aldi untuk lanjut studi adalah ingin mengubah nasib menjadi lebih baik dan membahagiakan keluarga serta bisa bermanfaat bagi masyarakat.
“Yang menjadi penyemangatku untuk melanjutkan studi adalah untuk merubah nasib saya dan bisa membanggakan keluarga kecil saya, kedua orang tua, juga bisa bemanfaat bagi masyarakat sekitar. Cita-cita saya ingin menjadi dosen”, ungkapnya.
Namun sangat disayangkan, walau lulus dengan IPK tinggi tidak membuat Aldi bisa wisuda lebih cepat. Pasalnya, persoalan prodi yang masih reakreditasi membuat mahasiswa berprestasi ini tak bisa wisuda. Padahal Aldi sudah yudisium pada 29 Mei lalu.
“Kemarin saya sudah yudisium tanggal 29 Mei 2019 dengan predikat sangat memuaskan dengn IPK 3,93. Tapi saya belum wisuda karena reakreditasi prodi hukum pasca sarjana,” keluhnya.
Ia mengatakan terkait dengan akreditasi baru yang belum keluar sangat berimplikasi dengan diadakannya wisuda. Dengan kata lain, tersebut menjadi penghalang bagi yang sudah yudisium untuk wisuda. Yang mana seharusnya mereka sudah bisa wisuda pada bulan Agustus lalu menjadi belum juag diwisuda hingga hari ini.
Terkait hal tersebut ia mengaku merasa dirugikan, bukan hanya dari segi waktu tapi juga berdampak pada ijazah yang dikeluarkan. Namun, jika proses wisudah tidak dipercepat, pun akan berpengaruh pada lapangan kerja.
“Kami juga rugi di waktu. Jika kami tetap ngotot untuk wisuda, maka ijazah kami terebut tidak dianggap karena ijazah tersebut terbit dimasa tenggang. Kalaupun misalnya kami gunakan untuk CPNS misalkan pasti secara administrasi gugur,” katanya menganalogikan.
Aldi mengaku belum mengetahui pasti kapan waktunya wisuda. Ia berharap akreditasi prodi secepatnya diterbitkan.
“Tergantung akreditasi baru kapan terbitnya. menurut pihak pasca sekitar bulan Januari 2020”, tutupnya.
Reporter: Rais
Editor: Restu Fadilah