KENDARI, LENTERASULTRA.COM- Dugaan korupsi Pembangunan RS Pendidikan Universitas Halu Oleo (UHO), menyeret Edy Rachmad Widianto sebagai terdakwa. Direktur Utama PT Jasa Bhakti Nusantara (JBN), rekanan yang mengerjakan mega proyek disangka merugikan negara sekitar 14,7 Milyar rupiah.
Selasa (24/9/2019), pria berusia 53 tahun ini dihadirkan dalam sidang tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Kendari dengan agenda pemeriksaan saksi. Ada tiga saksi yang dihadirkan saat sidang korupsi yang dipimpin Irmawati Abidin, SH sebagai ketua majelis. Mereka adalah mantan Rektor UHO, Prof. Usman Rianse, Bambang, manajer proyek pembangunan RS UHO serta Dr Sawaluddin, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Dalam sidang tersebut, banyak fakta menarik yang terungkap. Salah satunya adalah, proses pencairan dana yang tidak sesuai progres. Bayangkan, meski bobot pekerjaan hanya mencapai 33,730 persen hingga akhir kontrak 31 Desember 2014, namun anggaran yang dikucurkan sudah mencapai 100 persen atau sebesar Rp 43,9 Milyar termasuk pajak.
Anggaran tersebut masuk melalui rekening PT JBN di Bank Mandiri TBK cabang Sulawesi. Proses pencairannya, dalam empat tahap. Rinciannya sesuai tanggal SP2D (surat perintah pembayaran dana), tahap pertama tanggal 8 Desember, uang muka sebesar Rp 8,7 M, tahap kedua tanggal 2 Desember 2014 berupa termin pertama sebesar Rp 8,7 M, tahap ketiga tanggal 8 Desember termin kedua sebanyak Rp 8,7 M, tahap keempat tanggal 19 Desember, pembayaran termin ketiga dan keempat serta retensi 5 persen sebesar Rp 17,5 Milyar.
“Pencairan dari pekerjaan itu (pembangunan RS UHO) memang tidak sesuai progres. Itulah yang menyebabkan kerugian negara sekitar 14 Milyar lebih,” kata Tenriawaru, SH.,MH, jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara tersebut, usai sidang pemeriksaan saksi Selasa, pekan lalu.
Progres pekerjaan dan pencairan anggaran ini, juga sempat ditanyakan JPU Tenriawaru, kepada dua saksi yang dihadirkan, Bambang dan Usman Rianse. Namun untuk saksi Bambang, dia mengaku didepan JPU dan majelis hakim, bila dirinya tidak mengetahui berapa persen anggaran yang dicairkan sampai batas akhir kontrak. “Lupa saya,” jawab Bambang saat Tenriawaru menanyakan berapa persen uang cair sampai kontrak berakhir Desember 2014.
Sementara Prof Usman Rianse mengakui kepada JPU ba hingga kontrak berakhir, pembangunan RS Pendidikan UHO belum selesai. Mantan rektor UHO ini tahu tentang itu, setelah PPK melaporkan kepadanya jika prestasi kontraktor dalam proyek tersebut hanya 54 persen lebih.
“Pertengahan Desember saya dilaporkan,” kata Usman Rianse. Mendapat laporan tersebut, Prof Usman memberikan dua opsi kepada PT JBN. Pertama dilakukan penghentian, kedua diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dan semua tawaran tersebut sambung Usman dikembalikan kepada rekanan. Setelah disodorkan surat kesanggupan maka, pekerjaan tersebut dilanjutkan atau diperpanjang selama 50 hari.
Namun ketika Usman ditanya oleh Tenriawaru apakah dirinya turut menandatangani dokumen perpanjang atau adendum tersebut, mantan rektor UHO dua periode ini hanya menjawab, jika penandatangan adendum itu baru diketahui di depan penyidik yang menangani perkara dugaan korupsi RS Pendidikan UHO. Selain itu, dia juga mengaku jika tanda tangan di dokumen adendum tersebut dicopi alias dipalsukan.
“Kalau dari fakta persidangan, itu ada perpanjangan waktu dengan adendum sampai februari 2015. Jadi di Desember 2014 mereka buat pencairan 100% dengan bank garansi. Jadi dana masuk ke rekening kontraktor nanti pencairannya berdasarkan progres namun pada kenyataannya bank garansi tidak diperpanjang sehingga jaminan tidak dapat di tarik, dana cair semua sampai habis tapi pekerjaan tidak selesai-selesai,” beber Muh Jufri Tabah, SH, JPU lainnya.
Penulis : Adhi