Ratusan Warga di Buton Tengah Alami Gangguan Jiwa

PLT Kadis Kesehatan Buton Tengah, Kasman

BUTENG, LENTERASULTRA.COM- Jumlah penderita gangguan jiwa (psikotik) di Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra) ternyata cukup banyak. Khusus di tahun 2018 lalu, angka penderitanya mencapai 242 jiwa. Faktor ekonomi, menjadi salah satu penyebab banyaknya Orang Dengan Gangguan Jiwa di daerah eks otorita Kabupaten Buton itu.

Ratusan penduduk Buteng yang mengalami gangguan jiwa  tersebar disejumlah Desa di eks otorita Kabupaten Buton itu. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Buteng, sebaran orang dengan gangguan jiwa terbanyak, terdapat di wilayah kerja Puskesmas Gu dan Lakudo.  Khusus untuk tahun 2018 lalu, masyarakat yang mengalami gangguan jiwa di Lakudo sebanyak 42 orang sementara di cakupan kerja Puskesmas Gu tercatat 26 jiwa.

Kasman, Pelaksana tugas (PLT) Kadis Kesehatan Buteng mengatakan, selain dua wilayah Puskesmas itu, ODGJ di Kabupaten Buteng juga tersebar di lokasi lain. Rinciannya di One Waara 24 orang, Wamolo 22, Mawasangka Tengah 20 jiwa, Talaga Raya 17 orang, Mawasangka 16 orang, Mawasangka Timur 16 penduduk, Kanapanapa dan Sangia Wambulu masing-masing 13 dan 12 jiwa. Sisanya tersebar dibeberapa Puskesmas lain, dengan jumlah penderita tidak lebih dari 10 orang.

“Data ini berdasarkan laporan yang kami terima setiap bulannya dari semua Puskesmas yang ada di Buteng,” katanya. Menurut Sekretaris Dinas Kesehatan Buteng ini, faktor penyebab gangguan jiwa ini beragam, antara lain karena faktor keturunan, tekanan hidup yang berat, problem ekonomi dan keluarga. Namun ia mengakui, penanganan para penderita gangguan jiwa ini masih menyisakan persoalan.

Sebab masih banyak keluarga yang enggan menerima kembali anggotanya yang psikotik. Bahkan ada yang terpaksa mengeluarkan nama penderita ODGJ  dari daftar kartu keluarga. Akibatnya, kata dia, upaya penanganan bagi penderita gangguan jiwa ini seolah tidak berjalan maksimal.

Padahal sambung Kasman, untuk memulihkan atau menangani ODGJ tersebut juga membutuhkan pendekatan khusus dari keluarga. Selain itu, agar bisa dilakukan pengobatan kepada penderita gangguan jiwa, harus memegang kartu jaminan kesehatan.

Namun yang dihadapi di Buteng saat ini, sebagian penderita ODGJ tidak memiliki kartu jaminan kesehatan, karena mereka tidak memiliki nomor induk keluarga (NIK), akibat namanya dikeluarkan dari Kartu Keluarga (KK). “Pengobatan ODGJ ini digratiskan, asal mereka memiliki BPJS. Kendalanya sekarang penderita ODGJ tidak memiliki BPJS karena mereka tidak  NIK akibat dikeluarkan dari KK,” ucap Kasman.

Penulis : Adhi

Buton TengahDinas Kesehatanratusan ODGJ