Festival Budaya Tua Buton ke VII Tampilkan Keragaman Budaya

 

KKonfigurasi Atarian kolosal 500 penari membentuk nanas, dua perisai dan dua wanita. Foto: Istimewa.

BUTON, LENTERASULTRA. COM – Festival Bufaya Tua Buton ke-VII sangat memukau wisatawan mancanegara maupun lokal. Pasalnya keragaman tradisi dan budaya Buton yang ditampilkan merupakan warisan yang sejak dahulu selalu dilestarikan.
Pagelaran Festival Budaya Tua Buton, berlangsung selama enam hari, sejak 19-24 Agustus 2019. Menampilkan beragam ritual adat seperti, 219 penenun tradisional, 219 balita melaksanakan pedole-dole, 219 anak-anak mengikuti tandaki atau Sunatan, 219 gadis mengikuti Posuao atu pungutan serta 2019 talang disiapkan guna tradisi pikande-kandea.

Kolaborasi tarian kolosal tergabung dalam tiga tarian. Ponare yang menandakan sebagai menanamkan semangat parajuang, bangsa mencapai kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, kepada generasi penerus.

Tari Badendang dan Alionda, merupakan tarian pergaulan yang mengisyaratkan putra putri bangsa agar, selalu memperkuat semangat sumpah pemuda, yang menanamkan nilai luhur adat istiadat Buton, yang hidup rukun dan damai dengan menghargai dan mengamalkannya.

Konfigurasi tarian membentuk nanas, diapit Perisai dan gadis pembawa bhosu, simbol kearifan lokal. Daun yang tumbuh di atas mahkota nanas, sebagai simbol pimpinan yang mengayomi rakyat.

Sisik pada badan buah, melambangkan 72 kadie (Hak), duri pada daun menggambarkan pertahanan diri dari segala gangguan keamanan dan ketertiban dari muna pun datangnya. Buah yang manis mencerminkan kebaikan dan prinsip kerendahan hati, sompan santun turur kata, dan tidak menyakiti orang lain. Daun pangkal bagian bawah yang melebar landasan berpijak seluruh masyarakat Buton, yaitu sara patanguna.

Perisai adalah ketahanan budaya yang membangun kepribadian yang beradap, dalam pergaulan global dan para gadis membawa Bhosu. Menyimbolkan pembangunan berwawasan gender, mengalirkan semangat Raja Buton pertama Wa Kaka dan Bula Wambona Raja Buton kedua, serta Wa Ode Wau, perempuan yang ikhlas berkorban demi keamanan dan kemajuan negeri.

Tarian kolosal Takawa 2019, mengobarkan semangat juang bela negara yang tidak pernah padam, melalui pengembangan budaya bermartabat, mewujudkan kehidupan masyarakat Buton yang sejahtera dan makmur.

Penenun tradisional kain buton sebanyak 219, masih menggunakan alat tradisional dengan teknik penggabungan benang secara vertikal dan horizontal dengan beragam motif. Tenun yang dibuat para pengrajin biasanya menggambarkan nuansa alam Buton yang beragam, sehingga Tenun Buton memiliki ciri khas tersendiri.

Tenun Kain Khas Buton

Seorang wanita sedang menenun sarung buton dengan alat tradisional. Foto: Istimewa.

Ritual Dole-dole sebanyak 219, merupakan salah satu tradisi masa lampau yang diperuntukan bagi balita, untuk pemberian imunisasi guna ketahanan tubuh, dengan peratal manual tradisional seperti minyak kelapa, dan ikan bakar. Ritual tersebut sekaligus pemberian nama bagi para bayi.

Pedole-Dole Pidole-Dole

Balita sedang melaksanakan tradisi pedole-dole atau imunisasi tradisional. Foto: Safrin.

Proses ritual tandaki (sunat) sebanyak 219, pada tradisi adat Buton, merupakan ritual proses pemotongan sebagian ujung alat vital anak laki-laki dengan bambu. Sebelum melaksanakan proses tandaki terlebih dahulu para tokoh adat membacakan doa keselamatan bagi anak.

Posuo

Posuo, tradisi gadis remaja yang hendak masuk Dewasa. Foto: Safrin.

Ritual posuo selama 219 hari, merupakan ritual adat bagi anak gadis yang beralih dari masa remaja menjadi gadis dewasa.

Kandaekandea

Bupati Buton, Drs La Bakry dan Gubernur, Ali Mazi saat menghadapi talang kandekandea

Ritual adat peka kande-kandea sebanyak 2019 talang, yang masih dilestarikan oleh masyarakat eks Kesultanan Buton, merupakan salah satu tradisi makan bersama di atas talang yang telah diisi dengan berbagai macam makanan seperti, nasi merah, lapa-lapa, hasil lauk, kue-kue tradisional, dan buah-buahan hasil kebun. (Adv)