KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Kehadiran PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) sejatinya diharapkan dapat memberikan dampak positif setidaknya terhadap dua hal utama yaitu Pendapatan Negara atau Daerah dan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat Morowali. Pada kesempatan ini kita coba melihat pada poin kedua yaitu dampak terhadap kesejahteraan masyarakat.
Kurang lebih tujuh tahun berdirinya PT IMIP di Morowali, saya menilai mereka masih jauh dari pemenuhan tanggung jawab itu. Dalam skala kecil, yaitu penerimaan tenaga kerja, sudah sedikit lebih baik dari sebelumnya, setelah adanya desakan dari masyarakat melalui beberapa aksi massa beberapa waktu yang lalu. Namun hal itu tidak cukup untuk menjadi tolok ukur.
PT IMIP sebenarnya memiliki potensi besar untuk dapat mendorong peningkatan perekonomian masyarakat, khususnya di Morowali.
Mereka memiliki begitu banyak kebutuhan operasional yang jika ditopang dengan pengaturan yang baik, maka masyarakat Morowali secara luas bisa turut merasakan manfaatnya.
Saya ambil contoh, semisal pemenuhan kebutuhan logistik berupa komoditi pangan dan sembako di PT IMIP yang jumlahnya bisa mencapai ratusan ton per bulan untuk setiap item.
Jika manajemen PT IMIP mengatur ini dengan baik, perekonomian masyarakat Morowali bisa ikut terdongkrak. Sebut saja kebutuhan beras, sayur, ikan, daging, ayam, telur, dan lain-lain. Sebenarnya semua itu bisa melibatkan kelompok masyarakat secara luas, sehingga masyarakat bisa punya penghasilan, PT IMIP juga bisa terpenuhi kebutuhannya.
Lalu kenapa hal itu tidak terjadi? PT IMIP terlalu menutup diri. Sehingga peluang-peluang itu kemudian hanya dapat dinikmati segelintir orang. Itupun sebagian juga dari luar Morowali.
Saat ini, dari sekian banyak kebutuhan pasokan PT IMIP, kami bisa sebut sekitar 98% didatangkan dari luar daerah. Pertanyaannya, kenapa harus dari luar Morowali? Apakah beras, sayur, daging, ayam, ikan, tidak ada di Morowali? Salah besar. Morowali adalah daerah yang memiliki potensi pertanian atau peternakan dan perikanan yang melimpah.
Lalu apa masalahnya? Sekali lagi, PT IMIP masih tertutup. Akses hanya dimiliki kelompok tertentu.
Mungkin PT IMIP akan menyangkal, tapi kami juga melibatkan Bumdes dan erusahaan-perusahaan lokal sebagai pemasok. Benar, ada Bumdes, dan perusahaan lokal yang sudah dilibatkan. Tapi sekali lagi, bukan disitu poinnya. Sorotannya adalah sejauh mana kerjasama itu memberikan dampak yang meluas? Kenapa pemasok-pemasok lokal itu tidak mengambil barang dari Morowali? Karena sistemnya tidak diatur. Sehingga (maaf) peluang itu hanya dinikmati oleh mereka yang memiliki akses itu. Bagaimana dengan masyarakat? bisa dilihat sendiri realitasnya.
Kami, melalui Perusahaan Daerah (BUMD) PT Nusantara Morowali (Perseroda) sudah melakukan upaya mendorong kerjasama dengan PT IMIP. Kami menemui mereka dengan penawaran konsep pemberdayaan. Bahkan dalam hitungan bisnis, jika itu berjalan, dalam jangka panjang PT IMIP akan diuntungkan dengan adanya pasokan kebutuhan dengan harga lebih murah dan jaminan ketersediaan yang lebih pasti.
Apakah dengan masuknya PT Nusantara Morowali selaku mitra akan menyingkirkan perusahaan lokal dan Bumdes? Keliru besar kalau dinilai seperti itu, justru kehadiran kami akan menguatkan mereka. Kenapa? kami bisa memberikan pemerataan kesempatan, melalui konsep yang sudah kami sampaikan. Sehingga tidak ada yang terlalu dominan dan persaingan akan menjadi sehat.
Bagaimana respon PT IMIP? mereka masih tertutup. Terlalu besar kepentingan yang mereka lindungi di dalam perusahaan itu. Tapi jika mereka tidak berani membuka diri, dengan demikian mereka tanpa sengaja telah menanam bibit keresahan dan potensi kesenjangan seperti yang terjadi di daerah-daerah sasaran investasi besar lainnya.