KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Aktivitas pertambangan di Sulawesi Tenggara (Sultra) rupanya bukan hanya berkontribusi terhadap kerusakan alam, melainkan juga terhadap sejumlah infrastruktur yang susah payah dibangun.
Infrastruktur jalan kerap kali memang kerap menjadi persoalan utama provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Kondisi jalan rusak bisa anda saksikan ketika berkunjung ke sejumlah titik.
Sebut saja jalan Ladongi yang merupakan jalan penghubung antara Kabupaten Kolaka Timur dan Konawe Selatan. Akses jalan lintas Provinsi, Morosi-Konut rusak parah dan masih banyak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Pengamat Infrastruktur Sultra, Edward Ngii berpandangan, rusaknya jalan di sejumlah titik tidak terlepas dari geliat pertambangan di Sultra beberapa tahun terakhir. Sebab, kendaraan berat perusahaan tambang berlalu lalang setiap hari. Mereka mengangkut hasil material galiannya kondisi ini berkontribusi besar terhadap kerusakan jalan. Sedangkan kapasitas jalan yang dibuat oleh pemerintah diperuntukan untuk kendaraan standar yaitu dengan batas beban maksimal 8 ton.
“Tapi kendaran yang melintas di jalan raya melebihi tonase 8 ton saja. Kebanyakan mobil-mobil tersebut milik perusahaan tambang, sehingga jangan heran daya rusak jalan begitu cepat dirasakan,” ungkapnya di Kendari seperti ditulis Rabu, (17/7/2019).
Menyikapi persoalan banyaknya jalan yang rusak di Sultra sebagian besar dilalui oleh perusahan tambang, Dekan Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari ini menyarankan, agar pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota mengambil langkah tegas. Misalnya, pemerintah bisa meminta para investor mengalokasikan dananya untuk perbaikan atau pemeliharaan jalan.
“Tambang harus nyata memberikan kontribusi tidak saja memberikan retribusi. Tapi harus ada perhatian serius untuk daerah, sehingga plot anggaran perbaikan jalan meningkat,” ujarnya.
Diakuinya, jalan sangat menentukan kemajuan suatu daerah. Jalan yang bagus dapat membuka akses bagi para investor untuk berkunjung ke daerah tersebut karena sangat di dukung oleh infrastruktur.
Jebolan Unibersitas Gajah Mada (UGM) ini juga menyarankan agar pemerintah menggunakan beton untuk perbaikan jalan, khususnya di daerah-daerah tambang. Sebab kualitasnya lebih bagus daripada aspal.
Ia tak memungkiri, perbaikan jalan menggunakan material beton lebih mahal daripada menggunakan aspal. Namun, itu bisa diantisilasi dengan meanfaatkan slag nikel, hasi-hasil buangan tambangan.
“Kan sayang slag nikel dibuang ke laut dapat mencemari lingkungan dan biota laut. Mending dimanfaatkan,” pungkasnya.