KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh juga. Begitulah peribahasa yang tepat disematkan pada Djufri, terpidana kasus korupsi Penyiapan Pengarahan Penempatan dan Pemberdayaan Kawasan Transmigrasi (P4KT) Kabupaten Buton TA 2004.
Setelah menjadi buron sejak tahun 2014 silam, Djufri akhirnya berhasil ditangkap oleh tim Satgas Kejaksaan Agung (Kejagung). Buronan Kejari Baubau itu berhasil ditangkap di Cawang, Jakarta Timur, Minggu, (16/6/2019) sekitar pukul 13.05 WIB.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Sultra, James Mamangkey menjelaskan, awalnya pada Minggu pagi, tim Kejagung mengendus keberadaan Djufri di sekitaran Cawang, Jakarta Timur. Selanjutnya, tim pun dikerahkan ke lokasi.
Hasilnya benar saja, target ada di lokasi. Setelah berhasil diamankan tanpa perlawanan, buron selanjutnya diamankan di Kejari Jakarta Selatan.
Selanjutnya, pada Senin, 17 Juni 2019 sekitar pukul 12.30 WIB, tim tangkap buronan Intel Kejagung menyerahkan terpidana kepada tim eksekusi dari Kejati Sultra dan Kejari Baubau.
“Hari ini pukul 03.00 WIB, tim intelijen Kejati Sultra bertolak dari Jakarta membawa buronan dengan menumpang pesawat Batik Air dan tiba di kendari pukul 07.00 WITA,” paparnya.
James melanjutkan, setelah dilakukan pendataan administrasi di Kejati Sultra dan pengecekan kesehatan oleh dokter, Djufri selanjutnya dieksekusi ke Lapas klas II A Kendari untuk menjalani hukuman pidana sebagaimana Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 939K/Pid.Sus/2014.
Sebagai informasi, Djufri ditetapkan sebagai buron karena sempat melarikan diri saat hendak dieksekusi oleh Kejari Baubau. Kasus tipikor yang membelit Djufri kala itu, memang ditangani oleh Kejari Baubau.
Adapun Djufri, merupakan terpidana kasus korupsi P4KT di Kabupaten Buton TA 2004. Ia dijerat dengan Pasal 3 Juncto Pasal 18 Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Ia dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi pada proyek tersebut, sehingga negara dirugikan hingga Rp 288.750.000. Atas perbuatannya, ia pun harus dipenjara selama 2 tahun 6 Bulan dan denda sebanyak Rp 50.000.000, dengan subsidair 3 bulan kurungan.
Selain itu, ia juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 288.750.000, dengan ketentuan apabila tak membayar uang pengganti, maka yang bersangkutan harus dipenjara selama 1 tahun.