JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Banjir merendam 7 dari 17 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara (Sultra). Ketujuh daerah itu yakni, Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Konawe Utara (Konut), Konawe Selatan (Konsel), Kolaka Timur (Koltim), Buton Utara (Butur), dan Bombana.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif turut angkat bicara terkait fenomena ini. Menurutnya, banjir yang merendam sejumlah wilayah di Bumi Anoa disebabkan oleh kegiatan pertambangan dan alih fungsi hutan yang tidak terkontrol dan tidak mengindahkan persyaratan lingkungan, sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang (UU) Lingkungan Hidup, UU Kehutanan dan UU Minerba.
“Sehingga telah menjadikan Sultra jadi langganan banjir dan erosi yang dahsyat,” tuturnya melalui pesan singkat kepada jurnalis Lenterasultra.com di Jakarta, Senin, (10/6/2019).
Oleh karena itu, Syarif berharap agar pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Pemda Sultra segera melakukan assessment dan menegakan hukum tanpa pandang bulu.
Untuk diketahui, di antara 7 kabupaten/kota yang diterjang banjir, Kabupaten Konut menjadi wilayah yang paling parah. Bayangkan saja, pada Minggu, 9 Juni 2019, tanah di Jembatan Asera amblas. Akibatnya, jembatan yang menjadi penghubung Kabupaten Konut, Sultra dan Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah (Sulteng) lumpuh total.
Tak hanya itu, banjir bandang yang menerjang Konut juga mengakibatkan 1.484 hektare lahan pertanian, perkebunan, dan area perikanan di daerah tersebut terendam. Rinciannya, lahan sawah yang terendam adalah seluas 970,3 hektare, lahan jagung sekitar 83,5 hektare, lahan palawija 11 hektare, dan 420 hektare tambak perikanan.
Banjir bandang yang mengepung hampir seluruh wilayah Konut juga mengakibatkan ribuan warga diungsikan ke dataran yang lebih tinggi menggunakan helikopter. Ini lantaran rumah mereka terendam banjir. Bahkan tidak sedikit yang rumahnya terbawa derasnya arus.