JAKARTA, LENTERASULTRA.COM- Keberadaan Aparatur Sipil Negara (ASN) mantan narapidana korupsi di pemerintahan, tinggal menghitung hari. Sebab, pasca adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XVI/2018 tanggal 25 April 2019, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta semua Kepala Daerah melaksanakan putusan tersebut.
Lembaga pimpinan Tjahjo Kumolo itu memberi dead line waktu paling lambat akhir April, abdi negara yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) melakukan perbuatan kejahatan jabatan segera dipecat atau diberhentikan dengan tidak hormat.
“Putusan MK tersebut memperkuat Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk percepatan pemberhentian PNS yang sudah Inkrach kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Bahtiar Baharudin dalam rilis yang diterima jurnalis Lenterasultra.com, di Jakarta, Sabtu (27/4/2019).
Berdasarkan putusan MK Nomor 87/PUU-XVI/2018 tersebut pemberhentian PNS dengan tidak hormat, adalah bagi mereka berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) karena melakukan perbuatan yang ada kaitannya dengan jabatan seperti korupsi, suap, dan lain-lain. Sedangkan untuk tindak pidana umum, seperti perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain yang dilakukan tanpa perencanaan dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan.
Bahtiar menjelaskan, maksud dari Putusan MK Nomor 87/PUU-XVI/2018 dalam perkara Pengujian UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara tersebut adalah Mahkamah Konstitusi menyatakan frasa ” dan/atau pidana umum dalam pasal 87 ayat (4) huruf b UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sehingga Pasal 87 ayat (4) huruf b UU Nomor 5 Tahun 2014 Rentang ASN menjadi berbunyi : “dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
Dengan adanya putusan MK itu, lanjut Bahtiar, SKB Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi PANRB), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) bukanlah produk hukum baru, melainkan penegasan agar ASN menjalankan kewajiban sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN.
“Prinsipnya SKB tersebut tidaklah membuat hukum baru. SKB tersebut menegaskan dan menghimbau Pejabat Pembina Kepegawaian agar menjalankan kewajibannya sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN untuk melaksanakan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) terhadap PNS yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrach),” terang Bahtiar.
Dengan demikian, SKB tersebut masih sejalan dengan putusan MK. Bahtiar juga meminta kepala daerah untuk segera melaksanakan putusan tersebut paling lambat 30 April 2019.
“SKB tersebut sejalan dengan putusan MK dan Kepala Daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian diberi batas waktu melaksanakan putusan tersebut paling lambat tangga 30 April 2019,” tegas Bahtiar.
Kapuspen Kemendagri itu menjelaskan, hingga kini proses pemberhentian PNS yang terjerat kasus tindak pidana korupsi juga masih dilakukan. Data terakhir per- 26 April 2019 sumber dari Direktorat Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri menunjukkan sebanyak 1.372 PNS dikenai Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), terdiri dari PNS Provinsi sebanyak 241 dan PNS Kabupaten/Kota sebanyak 1131.
Sementara data PNS yang belum PTDH sebanyak 1124, terdiri dari dari PNS Provinsi sebanyak 143 dan PNS Kabupaten/Kota 981. Namun, Bahtiar menegaskan, proses tersebut akan terus berjalan sesuai petunjuk yang diarahkan Menteri PANRB.