Pemilu dan Duka Penyelenggara

Direktur AMAN Center, La ode Rahmat Apiti. (Istimewa)

KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Pemilu tahun ini dianggap pemilu paling “amburadul”. Buktinya berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan tiap harinya ditemukan berbagai “kecurangan” dan kelalaian penyelenggara.

Pemilu tentu menyisakan cerita pilu dan bahagia tergantung posisi aktor. Bila menjadi pemenang maka cerita yang menghepikan akan diulas. Sementara politisi yang gagal akan mengekspos berbagai cerita pilu dan horor politik terutama menyangkut penyelenggra.

Penyelenggara pemilu yang direkrut terdiri dari berbagai latar belakang. Sehingga perlu adaptasi lingkungan termasuk pemahaman terkait regulasi. Untuk itu setiap tahapan pemilu penyelenggara melakukan bimbingan teknis untuk meningkatkan kapasitas penyelenggara.

Pemilu tahun ini berbeda dengan pemilu sebelumnya dan tingkat kerumitannya juga berbeda dan panen masalahnya  pada tanggal 17 April 2019.

Penyelenggara nampaknya mengalami kepanikan akibat beban kerja serta banyaknya tekanan tekanan politik dari politisi yang tidak puas dan atau kalah bertarung.

Berbagai media melaporkan penyelenggara meninggal akibat kelelahan. Komisi pemilihan Umum (KPU) merilis sampai saat ini jumlah korban jiwa 225 orang serta yang mengalami sakit sejumlah 1.470 orang.

Jatunya korban jiwa terus terjadi  termasuk unsur polri ikut berduka, anggota polri sampai saat ini yang meninggal sudah mencapai 16 orang (Karo Penmas Mabes Polri).

Penyelenggara yang meninggal harus diberi penghargaan khusus oleh pemerintah. Sebab tugas negara mereka melakukan tanpa menuntut berbagai macam fasilitas.

Presiden tidak cukup hanya mengucapkan bela sungkawa, tapi harus memberikan jaminan hidup pada keluarga korban karena merekalah ujung tombak suksesnya pemilu.

Selain itu perlu dievaluasi sistem pemilu saat ini karena banyak menimbulkan korban jiwa. Namun yang juga tidak kalah pentingnya adalah melakukan evaluasi menyeluruh terkait penyelenggara sehingga ada perbaikan perbaikan yang komprehensif ke depan.

Penyelenggara tahun ini, jajaran KPU RI dan Bawaslu RI tidak menduga  pemilu 5 tahunan ini akan terjadi korban jiwa bahkan dalam pemilu. Sebelumnya boleh dikatakan pemberitaan penyelenggra yang meninggal sangat minus.

Kegaduhan pemilu menjadi magnet rakyat dalam memantau situasi yang terjadi. Dimedia sosial misalnya para netizen terus melakukan pembulian terhadap KPU RI bahkan disertai bumbu HOAX sehingga menambah cerita “horor” pemilu.

Membiarkan hal seperti diatas terus terjadi maka hanya akan menambah catatan buram pemilu ke depan. Untuk itu, ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemilu yang akan datang agar penyelenggara tidak lagi menjadi “tumbal” pemilu.

Pertama,  evaluasi terhadap sistim pemilu. Penyederhanaan sistem pemilu menjadi faktor yang subtantif.

Pemilu tahun ini yang menggabungkan pemilihan anggota legislatif dan presiden menambah beban kerja penyelenggara di tingkat bawah. Akibatnya penyelenggara kewalahan dan kelelahan, apalagi bila penyelenggara mengalami tekanan psikologis akibatnya mereka stres dan atau sakit yang berujung pada kehilangan nyawa.

Ke depan, sebaiknya pemilihan anggota legislatif dan presiden dipisahkan sehingga beban kerja penyelenggara tidak menumpuk sehingga bisa meminimalisir jatuhnya korban jiwa.

Ide ini tentu saja masi bisa diperdebatkan dalam berbagai perspektif sehingga bisa melahirkan gagasan atau konsep yang komprehensif untuk newujudkan sistim pemilu yang berkualitas.

Kedua, unsur kesehatan. Selama ini penyelenggara di tingkat bawah (KPPS,Panwas Desa dll) tidak mempertimbangkan faktor medis dan usia apalagi di daerah pedalaman mereka direkrut karena faktor ketokohan dan atau pensiunan guru, TNI/Polri yang usianya sudah uzur akibatnya ketika bekerja menjalankan tugas tugasnya tidak “mampu,” karena beban kerja yang menumpuk akibatnya jatuh sakit dan meninggal sementra dari sisi psikis mereka mengalami stres yang pada tingkatan tertentu mengalami depresi bahkan mau bunuh diri.

Kedepan dari sisi medis penyelenggara di tingkatan bawah (KPPS) panwas Desa dalam perekrutan perlu juga mengedepankan dari sisi medis penyelenggara di tingkatan bawah. KPPS panwas Desa dalam perekrutan perlu mensyarakatkan faktor medis serta umur sehingga dalam menjalankan tugasnya tidak jatuh sakit dan mengalami stres.

Dua solusi alternatif di atas merupakan jalan “pinggir” untuk melakukan perbaikan pemilu kedepan sehingga pemilu 2024 kita bisa meminimalisir dampak “buruk” di lapangan dan hilang nya nyawa penyelenggara.

Penulis: La ode Rahmat Apiti (Direktur AMAN CENTER)
Rahmat Apiti