Potensi Kecurangan Penyelenggara Pemilu

Direktur AMAN Center, La Ode Rahmat Apiti

KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Bila tulisan saya beberapa hari yang lalu mengulas terkait modus kecurangan pemilu yang dilakoni politisi, maka tulisan saya saat ini akan mengulas potensi dan atau modus kecurangan penyelenggara.

Penyelenggara selaku “wasit” dalam Pemilu memainkan peran yang strategis. Ibarat permainan bola, walaupun tim yang bertarung berkualitas bila dipimpin wasit yang tidak profesional, maka tontonan tidak akan menarik.

Penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan dua institusi yang dimandatkan untuk menjalankan tahapan pemilu.

Dua institusi tersebut diberi mandat untuk untuk memfasilitasi pelaksanaan pemilu. KPU sebagai lembaga yang menjalankan tahapan Pemilu, sedangkan Bawaslu diberi mandat untuk mengawasi jalannya proses Pemilu.

Secara yuridis, KPU dan Bawaslu merupakan lembaga yang bekerja secara independen dan bekerja untuk menyukseskan terselenggaranya Pemilu.

Secara teoritik, keberadaan Bawaslu dan KPU diharapkan melahirkan Pemilu yang berkualitas. Namun faktanya dalam konteks tertentu baik KPU maupun Bawaslu serta perangkatnya tidak bisa menahan godaan manis politisi. Akibatnya mereka melabrak independensi.

Dengan posisi yang strategis KPU dan Bawaslu menjadi sasaran politisi untuk diajak kerja sama untuk memuluskan target politik dan atau untuk memenangkan calon tertentu.

Bila penyelenggara tergoda untuk melakulan pemufakatan jahat dengan politisi, biasanya ada bebera skenario dan atau modus yang dilakukan.

1.Pembiaran Terhadap Kecurangan

Metode ini biasanya dilakukan oleh penyelenggara dalam hal ini Bawaslu terutama di tingkat kabupaten/kota serta jajaran di bawahnya yakni panwas kecamatan dan desa.

Bila politisi dan atau caleg yang menjadi sekutunya, maka caleg yang bersangkutan dibiarkan untuk melakukan kecurangan dan panwas menutup mata dan telinga.

Sedangkan bagi caleg yang  menjadi target pengawasan akan selalu dipantau gerak-geriknya. Bahkan dalam konteks tertentu mencari-cari celah kesalahan politisi akibatnya terjadi diskriminasi perlakukan terhadap caleg.

2. Menjadi Tim Sukses Terselubung

Selain hal diatas penyelenggara akan melakonkan dirinya sebagai tim sukses “bayangan”. Menjadi tim sukses bayangan, bukan hal yang rumit bagi penyelenggara di tingkat kecamatan, desa/kelurahan. Karena mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Tugas mereka menyamapaikan hal-hal positif terkait caleg yang didukung. Sementara para caleg lain mereka melakukan “pembusukan” serta “pembunuhan” karakter  dan cara ini tentu saja mengotori kualitas pesta demokrasi. Dan yang melakoni hal seperti ini bukan hanya oknum institusi Bawaslu, namun juga oknum KPU.

3. Memanipulasi Hasil Perolehan suara

Hal yang kerap juga terjadi di lapangan yakni memanipulasi hasil perolehan suara atau dalam isitilah politisi “mendongkrak” hasil suara.

Biasanya politisi akan membandrol Rp 100.000/suara. Bila satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) politisi mendapatkan 10 suara, dengan total target 1.000 TPS. Maka suara yang akan diperoleh adalah 10 ribu suara.

Artinya, jika 10 ribu suara dikalkulasikan dengan harga yang dibadnrol Rp 100.000/suara, maka nominal uang yang harus dikeluarkan oleh politisi sebanyak Rp 1 Miliar.

Angka yang fantastis bukan, namun bagi politisi yang memiliki logisitik memadai angka tersebut masih terbilang rasional.

Adapun target atau sasaran kecurangan modus seperti ini biasanya di sejumlah TPS yang pengawasannya masih lemah dari masyarakat maupun saksi yang rendah kualitasnya. Modus ini akan berjalan mulus karena kerja sama Panwas TPS dan Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Dengan begitu, Pemilu yang akan digelar tanggl 17 april nanti dibutuhkan pengawasan yang memadai dari seluruh stakeholder sehingga berbagai potensi kecurangan bisa dicegah lebih dini.

Bagi penulis, KPU dan Bawaslu bukan malaikat yang akan bekerja tanpa kesalahan, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Sehingga dibutukan kerja sama taktis untuk mengawasi kinerja penyelenggara dan bagi politisi yang bertarung  waspadalah dengan berbagai intrik dan taktik kecurangan.

Penulis: La Ode Rahmat Apiti, (Direktur AMAN CENTER)