KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Tindakan penganiayaan oleh Bripda Sulfikar dan Bripda Fislan tidak bisa ditolerir lagi. Dua personel yang bertugas di wilayah hukum Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) ini dihentikan dengan tidak hormat (PDTH). Pemecatan terhadap keduanya sudah sesuai dengan petikan Keputusan Kapolda Sultra Brigjen Pol Iriyanto Nomor: Kep/55/II/2019 dan Nomor :Kep/56/II/2019 tertanggal 06 Februari 2019.
Keduanya dinilai telah terbukti melakukan pelanggaran berat dan kode etik kepolisian karena melakukan penganiayaan hingga melayangkan nyawa juniornya Bripda Muhammad Faturrahman Ismail. Kini keduanya mendekam di Rutan Klas IIA Kendari.
“Sesuai dengan rekomendasi PDTH yang diberikan kepada Kapolda Sultra di persidangan kode etik yang terbuka maupun persidangan di pengadilan sesuai dengan fakta-fakta yang ada, dengan itu Kapolda Sultra mengadakan rapat sehingga kesimpulannya mengambil sikap bahwa keduanya sudah tidak layak lagi menjadi anggota polri,” tutur Kabid Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sultra AKBP Agoeng Kurniawan, Rabu, (13/2/2019).
Dengan demikian, keduanya tidak lagi menerima gaji dan bukan lagi anggota polisi. Sementara itu terkait upacara PDTH, ia mengatakan tidak akan dilakukan karena yang dilakukan keduanya merupakan aib instituai polri.
“Namun demikian kita konsisten pada semua anggota polri yang melakukan pelanggaran akan tetap akan diproses” tegasnya.
Untuk diketahui, penganiayaan terhadap almarhum Bripda Faturrahman mengemuka di publik pada awal September 2018 lalu. Penyebabnya terbakar api cemburu. Dimana Bripda Sulfikar tak terima istrinya makan bersama dengan korban (Faturrahman).
Mengetahui hal itu, timbullah rasa cemburu dan emosi Bripda Sulfikar. Senin, (3/9/2018) sekitar pukul 00.30 Wita, Bripda Sulfikar pun mendatangi Barak Pengendalian Masyarakat dan menginterogasi korban, hingga terjadi penganiayaan yang menghilangkan nyawa korban.
Tak tinggal diam, Komisi Kode Etik Polda Sultra, langsung mengusut tuntas kasus ini. Setelah melalui proses yang panjang, diputuskan bahwa Bripda Sulfikar dan Bripda Fislan melakukan pelanggaran kode etik berat. Sehingga keduanya harus diberhentikan secara tidak terhormat.
Tak terima, keduanya pun melakukan banding ke PTUN (Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara). Beruntung PTUN menolak permintaan banding tersebut.