BOMBANA, LENTERASULTRA.COM – Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi momok yang sangat menakutkan, pasalnya bisa berdampak pada psikis korban. Ternyata, di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggata (Sultra) terdapat peningkatan kasus KDRT selama 2018 ini yaitu 64 persen. Kekerasan yang terjadi ini bersifat fisik maupun non-fisik. Perolehan angka ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Balitbang Kabupaten Bombana dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Univesitas Haluoleo (UHO).
Penelitian, dilakukan dengan pengambilan sampel di lima Kecamatan yang ada di Kabupaten Bombana yaitu Kecamatan Poleang, Kecamatan Poleang Timur, Kecamatan Rarowatu, Kecamatan Masaloka dan Kecamatan Kabaena Barat. Hasilnya, tingkat KDRT tertinggi dipuncaki oleh Kecamatan Poleang.
“Jadi kami bagi tiga zona, Poleang, Rumbia dan Kabaena. Untuk KDRT yang tertinggi di Zona Poleang yaitu Poleang Induk, menyusul Zona Rumbia tepatnya di Rarowatu dan terakhir Zona Pulau Kabaena di bagian Kabaena Barat,” beber Marsia sumule salah satu dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) di UHO kepada lenterasultra.com beberapa waktu lalu.
Menurutnya, tingkat kekerasan yang tertinggi itu terjadi di Kecamatan Poleang. Ini karena mobilitas masyarakat di daerah tersebut yang cukup tinggi. Selain itu, kondisi emosional masyarakat di Poleang cukup fluktuatif dan beragam. Sehingga kecenderungan untuk terjadinya kekerasan jauh lebih besar daripada di wilayah lainnya.
Sedangkan untuk Kecamatan Rumbia di bagian Rarowatu sebagai tingkat kekerasan kedua yang tertinggi, pihaknya tidak terlalu mengexplore terlalu jauh karena belum terlalu tinggi. Namun pada umumnya hal tersebut lantaran daerahnya multi culturalisme, beragam keyakinan. Sehingga secara otomatis mobilitas emosional masyarakat cukup tinggi karena keaneka ragaman dari masyarakat itu sendiri.
Lanjut Marsia, temuan ini tentu harus ditindaklanjuti, tentu harus berkolaborasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. Seperti Dinas Perlindungan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DP3A).
“Nah salah satu tawaran yang kami tawarkan dalam rekomendasi kebijakan itu salah satunya adalah melakukan sosialisasi terus menerus. Kemudian, SKPD terkait harus menjadi fasilitator ketika ada keluarga yang melapor adanya tindakan kekerasan,” ucapnya.
Dia juga berharap, agar pemerintah Bombana khususnya DP3A mendirikan shelter (posko) seperti rumah singgah untuk tempat dimana masyarakat keluarga yang mengalami KDRT itu menjadi tempat untuk berpindah sementara waktu.
“Ketika konflik itu terjadi perlu memang masa dimana adanya waktu untuk menenangkan diri jadi ini yang perlu dilakukan pemerintah untuk mendirikan shelter. Dan, shelter ini sebenarnya tidak hanya untuk korban dari kekerasan tapi juga beberapa masalah yang lain misalnya masalah sosial,” pungkasnya.
Penulis: Agus Saputra
Editor: Restu Fadilah