Jakarta, Lenterasultra.com – Sidang perdana dugaan suap yang menyeret Walikota Kendari non Aktif, Adriatma Dwi Putra, mantan Walikota Kendari, Asrun dan mantan Kepala BPKAD, Fatmawaty Faqih digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (18/7) siang tadi. Pembukaan sidang diawali dengan pembacaan puluhan lembar halaman dakwaan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan pantauan wartawan lenterasultra.com di lokasi, dalam sidang yang dipimpin Hakim Hariono, Muhammad Sirad, Bambang Hermanto, Hugo, dan Muhammad Idris M Amin itu, ketiganya terlihat dengan seksama mendengar detail setiap konstruksi hukum yang dipaparkan oleh Jaksa KPK dalam dakwaan. Berkas perkara ADP-Asrun dipisah dengan Fatmawaty Faqih, meski demikian secara umum ketiganya didakwa menerima dan atau turut serta menerima suap yang totalnya mencapai Rp 6,8 Miliar dari Bos PT Sarana Bangun Nusantara (SBN), Hasmun Hamzah.
Jaksa Ali Fikri kemudian menguraikannya secara rinci. Yang diuraikan pertama kali adalah konstruksi hukum yang membelit ADP. Menurut Jaksa, pada 26 Februari 2018 lalu, ADP telah menerima uang sebanyak Rp 2,8 Miliar dari Hasmun Hamzah. Uang itu diterimanya karena Pemkot Kendari telah menyatakan PT SBN sebagai pemenang proyek multi years pembangunan jalan Bungkutoko Kendari New Port Tahun 2018-2020 yang total kontraknya senilai Rp 60 miliar lebih.
Sebelum serah terima uang itu terjadi, ternyata ada komunikasi terlebih dahulu antara ADP dan Hasmun Hamzah. Komunikasi itu terjadi pada tanggal 16 Februari 2018, yang mana saat itu ADP mengundang Hasmun melalui aplikasi telegram untuk datang ke rumah jabatan (rujab) Walikota Kendari yang terletak di Jalan Made Sabara. “Dalam pertemuan tersebut, terdakwa Adriatma Dwi Putra menyampaikan kepada Hasmun Hamzah untuk membantu biaya kampanye terdakwa Asrun sebagai Cagub Sultra,” papar Ali Fikri.
Selanjutnya, Jaksa menguraikan konstruksi hukum yang membelit Asrun. Menurut Jaksa, Asrun telah menerima uang secara bertahap hingga seluruhnya berjumlah Rp 4 miliar dari Bos PT SBN, Hasmun Hamzah. Uang itu berhubungan dengan jabatan Asrun selaku Walikota Kendari periode 2012-2017. Pasalnya saat Asrun menjabat sebagai Walikota Kendari, PT SBN telah memenangkan proyek multi years pembangunan Gedung Kantor DPRD Kota Kendari tahun 2014-2017 dan pembangunan Tambat Labuh Zona III Taman Wisata Teluk ujung Kendari Beach tahun 2014-2017.
Namun uang tersebut tidak diterima secara langsung oleh Asrun melainkan melalui orang kepercayaannya Fatmawaty Faqih secara dua tahap. Pertama, sekitar tanggal 15 Juni 2017 di Hotel Marcopolo Jakarta sebanyak Rp 2 Miliar. Kedua, pada 30 Agustus 2017 di rumah Fatmawaty Faqih sebanyak Rp 2 Miliar.
Akibat perbuatannya itu, ADP dan Asrun didakwa dengan Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
Sedangkan Fatmawaty Faqih didakwa dengan Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Untuk diketahui, sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu, (25/7) sekitar pukul 09.00 WIB dengan agenda pemeriksaan saksi. Namun belum diketahui secara pasti siapa saksi yang akan dihadirkan oleh Jaksa KPK. (Rere)