Lenterasultra.com-Selain menghadirkan Wahyu Ade Pratama Imran, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengdatangkan 5 orang saksi lain dalam sidang lanjutan dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Kendari tahun anggaran 2017-2018 dengan terdakwa Hasmun Hamzah.
Mereka adalah Account Officer Bank Mega Cabang Kendari, Lisal Tunilan, Komisaris PT SBN (Sarana Bangun Nusantara), Rini Erawati Sila, Pegawai PT SBN, Hidayat, Wakil Ketua PAN Kendari, Kisra Jaya Batarai, serta dua orang rekan Adriatma Dwi Putra hakni Ivan Santri Jaya dan Sadam.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua, Hariono, mereka secara bergantian dicecar sejumlah pertanyaan oleh Jaksa KPK. Rini dan Hidayat dicecar sejumlah pertanyaan terkait pengambilan uang sebanyak Rp 1,5 miliar di Bank Mega. Uang tersebut merupakan bagian dari uang suap Hasmun kepada ADP.
Awalnya Rini disuruh oleh terdakwa Hasmun Hamzah untuk mengambilkan uang sebanyak Rp 1,5 Miliar dari Bank Mega. Kemudian Rini menelepon Hidayat untuk mengantarkannya mengambil uang tersebut. Mereka pun bertemu di sebuah showroom untuk kemudian berangkat bersama-sama ke Bank Mega cabang Kendari.
Sesampainya di sana, uang tersebut rupanya sudah disediakan pihak Bank. Lisal Tunilan bersama-sama dengan Rini dan Hidayat mengantarkannya ke rumah terdakwa Hasmun Hamzah. “Petugas Bank Mega hanya mengantarkan sampai pintu saja,” jelas Hidayat.
Kata Hidayat, atas perintah Hasmun uang tersebut kemudian ditambahkan Rp 1,3 miliar, yang diambil dari brankas kantor. “Tapi saya tidak sempat tanya-tanya uangnya untuk apa,” katanya.
Yang Hidayat tahu, uang tersebut kemudian disimpan di kamar orangtuanya Hasmun Hamzah. Kemudian uang tersebut dipindahkan ke mobil berwarna hitam yang ada di depan parkiran. Uang tersebut dipindahkan karena akan ada tamu yang mengambil uang tersebut.
“Tamunya benar-benar datang?” tanya Jaksa Kiki Ahmad Yani.
“Iya datang di atas jam 22.00 Wita. Datangnya pakai mobil toyota avanza warna silver. Tapi tidak begitu kelihatan karena hanya di atas saja,” jawab Hidayat.
Untuk diketahui uang sebanyak Rp 2,8 Miliar itu merupakan uang suap Hasmun kepada ADP. Meskipun setelah dihitung uangnya tidak genap Rp 2,8 Miliar melainkan hanya Rp 2,79 Miliar. Adapun suap tersebut terkait dengan proyek pekerjaan Multi Years pembangunan Jalan Bungkutoko-Kendari New Port Tahun 2018-2020.
Selain dicecar pertanyaan soal uang Rp 2,8 Miliar, Rini dan Hidayat juga dicecar soal penyetoran uang sebanyak Rp 10,5 miliar ke PT Porto Valas. Uang tersebut disetorkan secara bertahap. Rinciannya Rp 1 M pada 25 Oktober 2017, Rp 1 M pada 27 Oktober 2017, Rp 1,5 M pada 13 November 2017, Rp 1 M pada 14 November 2017, Rp 1 M pada 15 November 2017, Rp 1 M pada 20 November 2017, Rp 1 M pada 4 Januari 2018, dan Rp 1,5 M pada 5 Januari 2018.
“Uang 10,5 miliar ini untuk apa?” tanya Jaksa Kiki Ahmad Yani lagi.
“Tidak tahu, saya hanya disuruh menyetor saja,” jawab Hidayat.
Menurutnya, uang yang disetorkan itu ia dapatkan dari Rini, pegawai SBN. Sedangkan Rini mengatakan bahwa uang tersebut didapatkan dari Kepala Bidang Penatusahaan di BPKAD Kendari, Laode Marfin. Marfin menyuruhnya untuk menyetorkan uang tersebut ke PT Porto Valas untuk kemudian ditransferkan ke rekening atas nama Ade Lukman.
Namun anak buah Hasmun Hamzah ini mengaku tidak tahu jika Ade Lukman merupakan pengusaha kaos. Terlebih kaos yang sedang diproduksi oleh perusahaan tersebut saat ini adalah kaos kampanye Asrun sebagai calon gubernur Sultra.
“Saksi tahu, kalau Ade Lukman pengusaha kaos?”tanya Jaksa. “Tidak tahu,” jawab Rini.
“Itu kaos kampanye Asrun, saksi tahu?” “Tidak tahu juga,” jawabnya lagi.
“Tapi saudara tahu Asrun nyalon jadi cagub sultra?” tanya Jaksa.
“Iya, saya tahu karena kampanye dimana-dimana. Ada di baliho, dan lain-lain,” jawab Rini.
Jaksa mencecar pertanyaan yang sama kepada Hidayat.
“Pernah tau tidak, uang itu untuk dibawa ke partai pengusung Asrun?” tanya Jaksa.
“Tidak tahu. Kalau untuk kerja proyek saya tahu, tapi kalau pelaksanaannya saya tidak tahu,” jawab Hidayat.
Sementara itu ditemui usai sidang, jaksa KPK, Kiki Ahmad Yani mengatakan pihaknya menduga bahwa uang Rp 10,5 miliar itu terpisah dari uang suap Rp 2,79 miliar dan Rp 4 Miliar yang diterima oleh ADP-Asrun seperti yang tercantum dalam dakwaan Hasmun Hamzah.
“Iya uang Rp 10,5 miliar itu terpisah dari total uang suap yang sebanyak Rp 2,79 miliar sama Rp 4 miliar. Kemudian uangnya darimana dan peruntukannya buat apa, saya tidak mau mendahului fakta sidang. Dalam sidang pekan depan nanti saja yah, akan kami panggil saksi-saksi yang berkaitan,” tutup Jaksa Kiki. Sidang kedua Hasmun Hamzah berakhir 14.35 WIB. Sidang ketiga dilaksanakan Rabu pekan depan dengan agenda yang sama, mendengar keterangan saksi-saksi. (Rere)