Oleh Arham Rasyid
Mendung menggantung di kota Amman, tapi jangankan turun hujan, gerimispun enggan. Seolah mewakili perasaan kami yg digantung pihak hotel tempat kami menginap sejak semalam. Gak ada air di kamar mandi. Kami cuma disuruh sabar.
“what happened sir? Please face the problem”. Saya turun ke resepsionis dengan muka kusut mencari kejelasan. Anak saya Caca terpaksa sholat subuh dengan tayammum. Ia rewel gak mau ikut turun ke bawah cari air. Mungkin ia sudah cukup lelah tujuh kali bolak balik bukit Safa-Marwah, napak tilas perjalanan Siti hajar mencari mata air di Mekkah kemarin. Sementara adiknya Cici cukup anteng. Yg penting ada sekantung Yupi dan free wifi.
“how can i face the problem, because the problem is your face”. Mungkin begitu di benak yg ingin diutarakan sesebapak resepsionis saat menatap saya prihatin . Entahlah, saya cuma menduga-duga. Tapi jawabannya kemudian cukuplah dimaklumi. Pipa bocor katanya, dan segera akan diperbaiki. Oh, baiklah.. Kumis Mario Bross-nya pun bergerak dengan ramah, ada senyum yg samar di baliknya.
So, Deal. Senin (7/5) kami gak ada yg mandi.
“Tenang aja, Raja Louis ke 14 di Perancis juga seumur hidup gak pernah mandi kok”, kelakar Oday, guide kami, pria Yordania berwajah Vin Diesel yg jago ngomong Indonesia dan berbulu dada lebat. Eeh, sorry.. Deskripsi terakhir salah fokus.
Saya pada dasarnya gak masalah, mandi atau tidak toh sudah biasa. Sudah sepakat juga sama istri untuk saling menjaga agar gak janabah. Saya hanya cukup resah karena di youtube gak ada tutorial pake batu kalo mau istinja. Aargh.. Ini paragraf gak begitu penting untuk dibahas, silakan diskip saja.
Kota Amman ini terletak di pusat kota negara Yordania, dan Yordania adalah salah satu negara yg menyimpan peradaban islam yg besar. Nabi Musa sebelum bergerak ke Mesir, Sinai, dan Qanan atau Palestina diyakini sempat melalui Yordania. Wallahua’lam, gak banyak literatur soal hal itu. Yg pasti negara ini juga termasuk satu diantara beberapa wilayah yg disebut dalam Alqur’an sebagai negeri Syam. Di sini ada makam nabi Suaib, laut mati, dan tentu saja gua Al-kahfi yg fenomenal. Beberapa sahabat Rasulullah seperti panglima perang Zaid bin Muhammad dan Jafar bin Thalib atau kakak Ali bin abi Thalib, syahid di sini saat merebut Syam dari kekaisaran Bizantium.
Selain itu ada satu tempat wajib kunjung di sini yg mungkin anak-anak jaman now gak banyak yg tau. Tempat itu bernama Petra, terletak di sebelah selatan Yordania, 260 km jauhnya. Memakan waktu sekitar empat jam dengan berkendara.
Apakah Petra itu?
Nah, Petra Yordania ini harus ditau ya adik-adik, jangan cuma tau Petra sihombing saja. Petra adalah satu dari tujuh keajaiban dunia terbaru. Ingat, ini keajaiban dunia terbaru loh ya.. Bukan keajaiban dunia versi on the spot. Dan saat menulis ini, bus kami melaju menuju Petra. InsyaAllah sekitar beberapa menit lagi sampai.
Petra benar-benar luar biasa. Ya, luar biasa capeknya. Pulang dari sana, saya langsung meriang. Bagaimana tidak, memasuki kawasan utama petra kami harus berjalan kaki lebih dua kilometer, menyusuri tebing batu yg dibentuk oleh alam. Jarak bolak-balik sekitar lima kilo, dengan menggendong anak pula. Bayangkan pegelnya. Ditambah cuaca di sini gak jelas. Tadinya suhu 21 derajat, tiba-tiba berubah jadi hujan es. Kami sempat kelabakan, baru kali ini merasakan kejatuhan biji-biji es sebesar kelereng. Tentu hal ini beda jika terjadi di kampung saya, yg mana ini bisa membahagiakan tukang es campur dan bikin gemes tukang es teler.
Petra adalah satu dari tujuh keajaiban dunia yg masih misterius. Sudah ada sejak abad ke lima masehi, tapi sebelumnya kawasan Petra adalah kota yg hilang, tertimbun oleh reruntuhan gempa bumi. Jaman dulu, semua kafilah yg berniaga ke negeri Syam pasti lewat petra.
Bangunan utama Petra peruntukannya gak jelas. Kuburan bukan, istana juga bukan, entah maunya apa nih orang-orang dulu, kayak gak ada kerjaan tebing batu dipahat-pahat. Yg di foto ini namanya gedung harta qarun, tingginya mencapai 40 meter. Ini sudah menjadi semacam ikon negara Yordania. Gak boleh ambil foto di dalam, yg jelas di dalam ada semacam altar dan beberapa sofa yg juga dari batu.
Ada beberapa versi tentang Petra. Ada yg menyebut peninggalan kaum Ad, pemujaan kaum Tsamud, dan ada juga versi yg mengatakan kuburan prime yg ingin direbut oleh megatron.
Sebenarnya kalo gak mau capek, ada alternatif buat pengunjung Petra. Yaitu naik kuda dan naik delman. Naik delman bisa lebih istimewa karena bisa duduk di muka, duduk samping pak kusir yg sedang bekerja, mengendali kuda supaya baik jalannya. Nyanyik deh..
Kusir dan pemilik kuda di Petra ini mondar-mandir dengan kerennya menawarkan jasa, gak ubahnya di tempat wisata Parangtritis, Jogja. Trus, kenapa keren? Ya, karena mereka rata-rata pemuda Arab Badui yg kekar dan guantenge pol. Dengan kafiyeh dan celak mata tebal, dandanan lusuh dan grunge, selintas mirip Johnny Depp di Pirates of Carribean. Yah, paling banter kayak Romi Rafael lah, gak ada yg kayak Mimi Peri.
Sempat beberapa orang ada yg nawarin ketika melihat saya berpayah-payah menggotong Cici di pundak. Tapi saya tolak dengan halus. Mereka gak maksa, karena sepertinya rada segan pada saya. Tukang kuda yg mungkin segan menawari pria dengan dandanan seperti tukang villa. Wallahua’lam. Lagipula tarif sewa delmannya 40 dinar Jordan, sementara kurs satu dinar sama dengan 1,4 US dolar. Jelas saja saya mikir panjang. Duit segitu dibelikan beras kepala super, saya sudah bisa buka kios.
Keluar dari kawasan Petra, kami mampir di sebuah restoran bergaya Timur Tengah bernama Al-qantarah, hanya lima menit dari pintu masuk Petra. Di sini saya mulai menggigil. Udara terasa menusuk hingga ke tulang, nampaknya demam akan melanda. Tour leader memberi kabar kalo air di hotel sudah lancar. Alhamdulillah, hampir saja saya mandi aqua kayak Raisa.
Selasa (8/5) kami meninggalkan kota Amman, bergerak menuju Yerussalem. Mampir sebentar di kawasan dead sea, atau laut almarhum. Kenapa disebut laut mati, karena ini adalah laut yg gak ada kehidupan di dalamnya. Kadar garamnya saja empat kali lebih tinggi dari laut biasa. Bisa dipastikan gak ada garam impor di sini.
Kami gak sempat berendam, cuma lewat saja. Menyusuri lembah Jordan, tampak pemandangan lahan subur. Betapa tidak, sepanjang 106 kilometer ditanami pipa yg langsung dapat pengairan dari danau Tiberias. Maka benarlah riwayat bahwa negeri Syam dulunya adalah negeri yg subur makmur, meskipun ini kontras dengan pemandangan yg kita temui sebelumnya, di mana hampir 80 persen wilayah berupa gurun yg tandus.
Memasuki imigrasi Yordania, Oday guide berwajah vin diesel mulai mengucapkan selamat perpisahan. Ia mengingatkan beberapa hal. Jangan mengambil foto di wilayah perbatasan dan bertingkahlah pura-pura bego ngomong Inggris saat ditanya-tanya polisi Israel, padahal tanpa dia ingatkan pun kami memang sudah bego dari sononya.
Usai melintasi pemeriksaan imigrasi Yordania, semua berjalan mulus, dan selanjutnya tibalah kami di tempat paling mendebarkan di perjalanan ini. Mbak Yana, founder sedekah Rombong sudah jauh-jauh hari mewanti-wanti agar banyak istighfar jika masuk area ini. Matikan dan logout semua sosial media, kalo perlu keluar dari grup-grup WA yg bercirikan islam. Hapus semua foto-foto dukungan terhadap Palestina. Polisi Israel terkenal rese, gak jarang mereka mempersulit berjam-jam pemeriksaan. Kata mbak Yana, foto profil fesbuk saja bisa jadi masalah, karena mereka gak hanya mengobok-obok barang bawaan, tapi juga isi henpon termasuk data pribadi.
Melewati jembatan Allenby atau King Hussein bridge sudah mulai tampak polisi-polisi Israel dengan senjata laras panjang. Komat-kamit doa saya lafalkan, segala doa keselamatan, untung gak sampai kebablasan doa makan. Lima belas menit dari jembatan, imigrasi Israel sudah kelihatan. Kami cuma membawa tas-tas kecil, sementara koper sebelumnya sudah kami titipkan di penitipan koper di daerah perbatasan Yordania-Israel. Ini untuk meminimalisir lamanya pemeriksaan.
Jantung makin berdegup saat di antrian imigrasi. Semua wajah Yahudi ini terlihat menyebalkan. Seorang polisi wanita malah seenaknya mengepulkan asap rokok sambil duduk ngangkang. Alhamdulillah istri saya lolos dari pemeriksaan, sementara Caca dan Cici gak diperiksa. Seorang polisi menowel gemes pipi Cici. Entah kenapa saya geram. Ternyata kalian suka anak-anak juga, pikir saya. Padahal ribuan anak Palestina kalian buat jadi Yatim.
Tiba giliran saya, polisi imigrasi menatap saya dalam-dalam, lalu mencocokkan foto dengan paspor. Oday sudah mengingatkan sebelumnya agar jangan mau paspormu distempel, karena Israel sudah buruk di mata dunia. Stempel Israel pada paspor bisa menyulitkanmu masuk ke negara-negara tertentu. Saya pun siap untuk itu.
Polisi Israel kemudian bertanya nama saya. Saya pura-pura gak ngerti bahasa Inggris. Dia kemudian menunjuk-nunjuk jenggot saya sambil bertanya bahasa yg saya lebih gak ngerti lagi artinya. Tanpa menunggu lama ia berkoordinasi dengan polisi lain. Dan yassalam, sudah saya duga, paspor saya pun ditahan.
Alhamdulillah mungkin polisi Israel kali ini mood-nya lagi bagus, saya dilepas dan dianggap gak ada masalah. Rasanya ini salah satu dari tiga momen menegangkan dalam hidup. Momen menegangkan lainnya adalah saat ijab kabul dan saat menunggu giliran disunat di jaman SD.
Apakah sudah aman? Oh, belum.. Pemeriksaan imigrasi Israel berlapis-lapis. Tapi gak seribet pemeriksaan pertama.
“Arham?” tanya seorang pria tambun berkumis kolonel sanders saat saya selesai di pintu pemeriksaan terakhir. “Ya Allah tolong, siapa lagi nih?” gumam saya cemas dan tentu saja lemas. Ternyata dia adalah Firas, guide kami selama di sini. Dia mengenal saya dari Ahmad, petugas keamanan di Al-Quds. Sementara saya mengenal Ahmad dari Mbak Yana. Ahmad adalah perwakilan sedekah rombong yg biasa berbagi nasi jumatan di masjidil Aqsa.
Firas lalu membawa kami ke bus, seraya mengingatkan jangan ambil foto dulu sebelum lewat perbatasan tepi Barat, karena masih ada saja satu dua polisi Israel yg berjaga-jaga. Wilayah yang kami lewati memang terbagi dua. Tepi Timur berbatasan sungai Yordania, sementara tepi Barat adalah gurun yahuda. Disebut gurun Yahuda karena dulu di sini bermukim Yahuda, salah satu anak Nabi Yaqub Alaihissalam. Orang-orang Yahudi diyakini sebagai keturunan Yahuda. Jadi kesimpulannya Yahudi itu keturunan, bukan agama.
Menurut literatur lain, tepi Barat dan tepi Timur yg kami lintasi ini awalnya bersatu, tapi akhirnya porak poranda dan terbelah menjadi dua setelah kaum Sodom dan Gomoroh diazab oleh Allah. Wallahua’lam.
Di antara tebing-tebing batu sepanjang jalan, tampak tenda-tenda lusuh dari Arab Badui, mereka adalah kaum nomaden yg masih bertahan hingga kini. Gak lama kemudian kami sudah memasuki kota Jericho. Kota jericho adalah kota yg paling rendah di dunia, 250 meter dari permukaan laut. Meski saat ini didiami 100 persen muslim Palestina tapi Nasrani juga pernah berjaya di sini. Nabi isa konon dilahirkan di sini.
Bisa dilihat pada latar belakang foto di postingan. Di antara cerukan dua gunung di kejauhan itu ada semacam relief jendela-jendela. Itu disebut gunung percobaan atau gunung godaan, di mana nabi isa digoda oleh iblis saat berpuasa 40 hari. Sementara di puncak gunung ada bangunan mirip benteng. Di tempat itulah nabi Yahya Alaihissalam dibunuh oleh Herodes.
“Hajji.. Hajji.. Halal.. Halal.. ” bersahut-sahutan pemuda Palestina menjajakan dagangan saat kami tiba di rest area, yang juga sentra souvenir. Ini mungkin sudah jadi kalimat default, yg statusnya sama dengan “boleh kakaaak” di Manggadua. Kami diberi gratis sampel buah tin dan kurma majhul, dua produk unggulan kota Jericho. Usai makan siang di restoran kota tua Jericho, bus kembali bergerak memasuki destinasi utama tujuan kami, kota Yerussalem. (bersambung)