LENTERASULTRA.com-Vonis 12 tahun penjara sulit diterima Nur Alam. Mantan Gubernur Sultra itu, tanpa harus berkonsultasi dengan tim penasehat hukumnya, langsung menyatakan banding sesaat setelah hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menuntaskan pembacaan amar putusannya yang baru kelar 30 menit lalu, jelang Kamis (29/3) dini hari waktu Kota Kendari.
Berdasarkan pantauan lenterasultra.com Nur Alam terlihat tenang saat fakta-fakta dan amar putusan dibacakan oleh majelis hakim secara bergantian. Saat hukuman 12 tahun penjara dibacakan, tak tampak perubahan gesture yang mencolok dari mantan politikus PAN ini.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan sikap yang ditunjukan oleh istri Tina Nur Alam, anak, sahabat dan para pengunjung sidang lainnya. Mereka tampak sedih saat Majelis Hakim membacakan amar putusannya, apalagi menghukum tokoh yang masih punya banyak loyalis di Sultra itu.
Usai membacakan amar putusan serta pertimbangannya, hakim kemudian mempersilakan terdakwa untuk berkonsultasi dengan tim kuasa hukumnya yang berada di sisi kanan. Namun Nur Alam pun tidak menggunakan kesempatan tersebut. Pada saat itu juga ia dengan tegas menyatakan akan mengajukan banding.
“Atas nama keadilan saya memutuskan untuk langsung banding. Semoga Yang Mulia dapat memahami rasa keadilan yang juga patut dipertimbangkan kepada saya sebagai aparatur negara. Oleh karena itu saya tanpa berkonsultasi karena semuanya pada akhirnya saya yang rasakannya saya tanpa menunda waktu melakukan banding,” kata Nur Alam sambil disambut gema takbir oleh para pengunjung yang hadir.
Berbeda dengan Nur Alam, jaksa KPK juga memutuskan untuk pikir-pikir terlebih dahulu. “Kami akan menggunakan hak kami untuk pikir-pikir yang mulia,” kata jaksa, Nur Aziz. Setelah itu, Majelis Hakim pun menutup sidang tersebut. Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Nur Alam dihukum selama 18 tahun.
Selain menghukum 12 tahun Nur Alam, hakim juga mengabulkan salah satu permintaan pengacara Nur Alam terkait pembukaan blokir rekening dan sertifikat tanah dan bangunan miliknya yang ada di Setiabudi, Kuningan Timur, Jakarta Selatan dan Kota Kendari.
“Menetapkan, mengabulkan terkait blokir rekening, save deposit box dan investasi dan sertifkat tanah dan bangunan atas nama terdakwa. Memerintahkan jaksa KPK mengajukan permohonan pada bank dan badan pertanahan,” ujar anggota majelis hakim Duta Baskara.
Menurut hakim, sesuai ketentuan Pasal 39 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), barang-barang yang disita oleh penyidik adalah barang yang diduga ada kaitan atau digunakan untuk melakukan tindak pidana. Namun dalam persidangan barang bukti tersebut tidak dilampirkan sebagai barang bukti surat oleh Jaksa KPK. Maka hakim berpandangan permohonan penasehat hukum harus dikabulkan.
Dalam menjatuhkan putusan, ada hal-hal memberatkan dan meringankan yang dipertimbangkan. Yang memberatkan antara lain perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dan tidak menciptakan pemerintahan yang bersih. Sedangkan hal yang meringankan antara lain terdakwa sopan selama persidangan, belum pernah dihukum dan mendapatkan banyak penghargaan banyak saat menjabat Gubernur Sultra.(rere)